Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pamor China Turun, Ini Negara yang Dibidik Asing

Saat China diprediksi tak lagi menjadi magnet bagi tujuan investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) di Asia, para investor asing diperkirakan mulai merambah pasar potensial baru seperti Laos, Banglades, Sri Lanka, Vietnam, Indonesia, dan Filipina

Bisnis.com, JAKARTA— Saat China diprediksi tak lagi menjadi magnet bagi tujuan investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) di Asia, para investor asing diperkirakan mulai merambah pasar potensial baru seperti Laos, Banglades, Sri Lanka, Vietnam, Indonesia, dan Filipina.

Kenaikan upah minimum di China dinilai sebagai salah satu alasan kuat banyaknya perusahaan yang menggeser rantai nilai (value chain) mereka dari orientasi produksi massal untuk produk manufaktur berbiaya rendah di Negeri Panda itu.

Robert Prior-Wandesforde, analis Credit Suisse Group AG. menjelaskan pesatnya pertumbuhan warga kaya di China bersamaan dengan kebijakan pemerintah untuk mendongkrak konsumsi domestik menjadikan basis produksi lebih berorientasi ke dalam, ketim bang bertumpu pada ekspor.

Dalam perspektif perkembangan FDI, lanjut Robert, perubahan orientasi China itu merefleksikan tren perluasan investasi asing langsung di Asia. Dia mengatakan inward FDI China mendominasi 3,7% dari total global.

“Pada saat bersamaan, kenaikan outward FDI China juga mengejutkan karena menyentuh 2,2% pada 2012. Itu tidak termasuk aliran FDI yang keluar dan masuk Hong Kong, yang kerap digunakan sebagai jembatan ke pasar China Daratan,” tutur Robert, Selasa (10/12/2013).

Zhao Zhongxiu, Wakil Presiden Beijing University of International Business and Economics menjelaskan perusahaan-perusahaan China dewasa ini terus melakukan ekspansi keluar, seiring dengan kemudahan regulasi yang diberikan oleh pemerintah.

“Ada dua tipe perusahaan China yang ingin go global, yaitu BUMN besar yang berharap dapat mengakuisisi teknologi dan sumber daya asing, dan perusahaan skala kecil/menengah yang mencari peluang bisnis di pasar asing,” kata Zhao.

Dari data yang dikumpulkan oleh Credit Suisse, outward FDI China untuk sektor nonfinansial selama 10 bulan pertama 2013 terus bertumbuh pada fase sangat cepat, yaitu 20% year on year.

SASARAN BARU

Seiring dengan turunnya pamor China sebagai tujuan FDI bagi negara-negara maju, banyak pihak mempertanyakan negara mana saja yang akan menjadi magnet baru bagi FDI di Asia, serta negara mana saja yang me miliki daya tarik rendah.

“Pada praktiknya, sangat sulit bagi kami untuk menentukan peringkat negara-negara Asia berdasarkan basis data yang begitu besar dan membingungkan, dengan sangat banyak variabel yang memengaruhi keputusan investasi asing,” ujar Robert.

Dia menjelaskan data yang paling komprehensif sejauh ini adalah statistik yang dikelola Japan External Trade Organisation (JETRO), yang mengompilasi perusahaan-
perusahaan yang berafiliasi dengan Jepang yang telah beroperasi di Asia selama beberapa tahun.

“Kerugiannya adalah data tersebut hanya memantau perusahaan Jepang, tetapi menurut kami, Jepang adalah pemain penting dalam hal outward FDI. Selain itu, belum
ada negara lain yang me nyediakan data [peringkat daya tarik FDI] yang lebih komprehensif.”

Dari data yang dihimpun JETRO, tercatat Laos mendominasi 94% tingkat daya tarik untuk tujuan investasi asing, disusul oleh India dengan 84%. Dominasi China anjlok ke level 52%, dari level 70% tahun lalu, dan yang terendah sejak 2008.

Laporan tersebut juga menunjukkan posisi Korea Selatan lebih baik daripada Taiwan. Sementara itu, Indonesia lebih menarik ketimbang Filipina, meski perlu ditinjau kembali apakah selisih tersebut masih relevan bersamaan dengan depresiasi yen dan performa ekonomi Filipina yang kini lebih pesat dari Indonesia.

Sebuah survei berbeda oleh Japan Bank of International Cooperation (JBIC)—yang hanya melibatkan perusahaan manufaktur Jepang—mengindikasikan posisi Filipina saat ini semakin me nguat.

Menurut hasil survei yang diadakan Juli-Oktober tahun ini ter sebut, Filipina memiliki prospek yang menjanjikan untuk operasi bisnis dalam 3 tahun ke depan. In -
donesia juga mengalami pe nguatan, sedangkan daya tarik China dan India merosot akibat tingginya biaya tenaga kerja, ketatnya kompetisi, dan instabilitas sosial.

“Performa FDI Indonesia akhirakhir ini—jika dibandingkan de ngan kapasitas PDB—mungkin tidak secerah yang dipercayai banyak pihak. Kabar baiknya adalah jelas sekali Indonesia masih diincar oleh radar Jepang, dan tidak diragukan lagi perusahaan asing lain tertarik dengan daya beli dari kelas menengah yang bertumbuh pesat,” imbuh Robert.

Kendati demikian, dia berpendapat lemahnya harga komoditas dan rezim regulasi yang ketat menandakan investasi yang berhubungan dengan komoditas tidak lah prospektif di Indonesia. Selain itu, Indonesia harus berhati-hati untuk tidak terlalu menjauhi proyek-proyek yang beroritentasi ekspor, yang dapat membantu mengurangi masalah defisit eksternal.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bisnis Indonesia (11/12/2013)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper