Bisnis.com, BOGOR - Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meminta kepada penegak hukum yang menangani kasus Bank Century untuk memeriksa kembali validasi nasabah Bank Century.
PPTAK juga meminta kepada KPK yang menangani kasus Bank Century tidak hanya fokus dana Rp6,7 triliun. Namun, sambungnya, KPK perlu fokus pada fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP).
"Hasil temuan PPATK, dari dana bail out senilai Rp6,7 triliun, memang terdapat sekitar Rp4 triliun yang masuk ke rekening nasabah. Validasi nasabahnya ada pada direksi banknya sendiri, betul nggak ada nasabahnya. Itu yang perlu dikorek penegak hukum," ujar Kepala PPATK Muhammad Yusuf, Rabu malam (27/11).
Yusuf menjelaskan dalam kasus Century pada FPJP 1 jelas ada pelanggara-pelanggaran. "FPJP 2, Rp6,7 triliun itu gong terakhirnya," tegasnya.
Dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan tentang Bank Century sebelumnya menyebutkan dalam rapat dewan gubernur 14 November 2008, Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan dilakukan perubahan atas PBI No.10/26/PNI/2008 tanggal 30 Oktober 2008 tentang FPJP bagi bank umum.
Isinya, mengubah ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) menjadi Bank yang dapat mengajukan permohonan FPJP dari memiliki capital adequency ratio (CAR) negatif menjadi bank memiliki CAR positif.
Wakil Presiden Boediono menjelaskan kebijakan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century pada saat krisis tahun 2008 tidak terelakkan dan merupakan kebijakan mulia demi menyelematkan efek domino bagi perekomian Indonesia.
Menurut dia, situasi ekonomi global pada saat itu memang sudah mengancam perekonomian nasional.
Boediono menjadi Gubernur Bank Indonesia (BI) saat FPJP senilai Rp 6,7 triliun dikucurkan.
Dia mengatakan Dewan Gubernur Bank Indonesia berkesimpulan jika ada bank yang gagal kliring atau tak bisa menyelesaikan kewajibannya, berisiko besar memicu krisis pada industri perbankan.
Apalagi, katanya, di Indonesia saat itu tidak menerapkan 'blanket guarantee' (kebijakan penjaminan penuh simpanan di bank), tapi hanya menetapkan penjaminan sebesar maksimal Rp2 miliar.