Bisnis.com, JAKARTA – Meski telah dua kali dinyatakan tidak diterima, PT Uzin Utz Indonesia kembali mengakukan PKPU teradap PT Nindya Karya ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) ter sebut telah dilayangkan ke pe ngadilan pada 1 Oktober 2013 oleh Ivan Wi bowo, kuasa hukum Uzin Utz.
“Tentu saja kami masukkan la gi. Ada beberapa perbedaan dan per timbangan di permohonan kali ini,” ujar Ivan kepada Bisnisi.
Ivan menilai Nindya Karya bukan lagi persero karena 99% saham perusahaan dimiliki oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), alias PPA. Sementara itu, kepemilikan negara hanya 1%.
Pemohon mencantumkan Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN sebagai dasar dalil ini.
Pihak Uzin Utz juga mengaku be lum menerima surat konsinyasi dari Pengadilan Negeri Jakarta Uta ra, sehingga konsinyasi dipandang belum sah.
Dalam perkara sebelumnya, Nindya Karya mengklaim sudah menitipkan uang pembayaran utang kepada pengadilan tersebut karena pihak Uzin Utz tidak mau menerimanya.
“Pasal 245 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menegaskan pembayaran harus dilakukan ke semua kreditur. Oleh karena itu, jelas kami tidak bisa terima karena kreditur lain tidak diakui oleh termohon,” papar Ivan.
Selain itu, pemohon mengatakan dalam permohonan pailit dan PKPU tidak dikenal asas nebis in idem. Alasannya, upaya hukum ini merupakan permohonan dan bukan gugatan.
Atas permohonan PKPU yang ketiga kalinya ini, kuasa hukum Nindya Karya Nengah Sujana menuturkan hal itu merupakan hak Uzin Utz. “Tidak ada yang melarang. Tapi, ini sudah ketiga kalinya lho,” sebutnya kepada Bisnis, Kamis (3/10/2013).
Nengah mengingatkan pemohon bahwa mereka sudah beriktikad baik membayar utang tapi justru ditolak.
Mengenai tagihan dari PT Uz indo Indonesia selaku kreditur lain, dia menegaskan pihaknya bersedia membayar jika ada bukti yang jelas. “Mereka tidak pernah menagih kok tiba-tiba ada tagihan. Silakan di perlihatkan buktinya,” ucap Nengah.
Berdasarkan berkas permohonan yang diperoleh Bisnis, Nindya Karya diklaim memiliki utang yang telah jatuh tempo dan ditagih sebesar Rp327,73 juta. Utang disebutkan tidak kunjung dibayar selama 5 tahun.
Utang tersebut muncul terkait pembelian material bahan bangunan, yang antara lain berupa semen, oleh termohon kepada pemohon. Material itu diguna kan untuk pengerjaan proyek Aston Mangga Dua Hotel and Residence.
Order pembelian material bahan bangunan tercatat terjadi beberapa kali antara Juni 2008 dan Agustus 2008. Namun, termohon tidak kunjung membayar tagihan-tagihan tersebut.
Padahal, perusahaan BUMN itu su dah berjanji akan membayar tunai dalam waktu 1 bulan setelah in voice order dari Uzin Utz diterima.
Lantaran telah memasuki tahun kelima Nindya Karya tidak melunasi kewajibannya, maka kreditur memperkirakan perusahaan konstruksi itu tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya.
Dalam berkasnya, pemohon menyertakan PT Uzindo sebagai kreditur lain. Termohon diklaim mempunyai utang sebesar Rp39,11 juta yang sudah 4 tahun tidak dibayarkan.