Bisnis.com, JIMBARAN, Bali—Para pelaku usaha kecil menengah (UKM) dinilai tidak boleh menggantungkan diri semata-mata pada pinjaman modal dari perbankan untuk dapat beroperasi dan mengembangkan diri.
Pendapat tersebut disampaikan Isabelle Courville, Chairwoman dari Laurentian Bank’s Board of Directors Kanada pada pertemuan pembukaan Pertemuan ABAC (APEC Business Advisory Council) ke-4 di Jimbaran, Bali, Rabu (2/10/2013).
Courville, yang mengangkat isu pembangunan UKM pada pertemuan para pemimpin bisnis di forum APEC 2013, mengatakan pihaknya ingin mengamankan investasi perbankan bagi usaha kecil di kawasan Asia Pasifik.
Namun, dia menyatakan para pebisnis skala kecil dan menengah sebaiknya jangan menyalahkan kesulitan akses pinjaman terhadap bank apabila menemui jalan buntu untuk memperoleh pendanaan.
“Industri perbankan sangatlah highly-regulated. Jadi memang ada hal-hal yang dapat kami lakukan, tapi ada juga hal-hal yang tidak boleh kami lakukan,” jelasnya seusai rapat tertutup dengan para delegasi ABAC.
Courville menekankan regulasi dalam dunia perbankan mengatur bagaimana bank memperoleh kapital, membentuk struktur untuk meningkatkan modal, dan menyusun rambu-rambu tentang pemberian pinjaman.
“[Karena sistem regulasi itulah] pada dasarnya akan selalu ada proyek atau perusahaan yang memang tidak dapat memperoleh pinjaman. Bank hanya melakukan tugasnya, di bawah sistem regulasi itu. Menggantungkan diri semata-mata pada bank bukanlah solusi.”
Menurut Courville, banyak industri keuangan dan perbankan di kawasan APEC yang ingin dapat memberi kontribusi lebih. Namun, mereka masih terganjal oleh masalah regulasi, khususnya yang mengatur persoalan investasi.
Karena itu, Courville menyarankan pada Pemerintah Indonesia untuk menekankan pada pembentukan regulasi yang jelas. Menurutnya, peraturan pemerintah akan melengkapi peraturan bank yang sudah ada.
International Finance Corporation (IFC) dan Consultative Group to Assist the Poor beberapa waktu lalu melaporkan penelitian tentang hambatan pengembangan UKM di Asia Pasifik akibat minimnya akses terhadap bank.
“Sekitar 75% dari warga miskin belum memiliki akses terhadap jasa keuangan formal, padahal momentum internasional bagi pemerintah untuk meningkatkan akses jasa keuangan bagi rumah tangga dan perusahaan kecil masih kuat,” ujar Peer Stein, Direktur Akses Jasa Penasehat Keuangan IFC.