Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kesehatan tidak akan menarik bahan Kuesioner Penjaringan Kesehatan Reproduksi, yang tengah diujicobakan kepada siswa sekolah menengah pertama (SMP) di enam provinsi di Indonesia.
Elizabeth Jane Soepardi, Direktur Bina Kesehatan Anak Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, mengatakan program kuesioner tersebut akan tetap dilanjutkan secara bertahap ke seluruh provinsi Indonesia.
"Nanti kalau semua sudah mendapat sosialisasi, dan sudah disetujui isinya, baru dicetak dijadikan buku," ujar Jane dalam jumpa pers berkaitan dengan maraknya pemberitaan mengenai Kuesioner Penjaringan Kesehatan Reproduksi yang dinilai vulgar, karena menunjukkan gambar alat kelamin, Sabtu (7/9/2013).
Dia mengatakan kuesioner itu sudah dimulai sejak 2010 dan secara bertahap dilaksanakan diseluruh Indonesia melalui Program Upaya Kesehatan Sekolah (UKS).
Kini sudah diujicobakan di 6 provinsi, yaitu di Sumatra Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.
Petunjuk teknis dan kuesioner Penjaringan Kesehatan Anak Sekolah Lanjutan ini, katanya, disusun oleh tim yang terdiri atas Satgas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Departemen Psikiatri FKUI, Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Metode yang dipakai, katanya, adalah bila untuk siswa SD melalui pemeriksaan oleh petugas/guru UKS. Sedangkan pada SLTP/SLTA pemeriksanaan oleh petugas/guru UKS, dan menjawab kuesioner.
Tujuan penjaringan kesehatan ini, lanjut Jane, adalah meningkatkan derajat kesehatan anak sekolah secara optimal. Sedangkan tujuan khusus terdeteksinya secara dini masalah kesehatan peserta didik.
Dia memaparkan pada remaja dapat terjadi kelainan pubertas. Seperti pubertas prekoks 1 diantara 5.000 anak, dan kejadiannya 10 kali lebih banyak pada anak perempuan.
"Keterlambatan pubertas maupun pubertas lebih dini, akan mempengaruhi kehidupan psikososial remaja. Diperlukan skirining perkembangan organ seks sekunder, yang membantu menentukan status pubertas," ujarnya.
Skirining ini, tambahnya, mempergunakan Skala Tanner, yang sudah lazim digunakan di seluruh dunia sejak 1970-an (dikembangkan oleh Dokter Jammes Tanner). Isinya berupa panduan gambar daerah genitalia dan payudara.
"Ini semua adalah untuk edukasi dan merupakan ilmu. Bukan hal porno. Justru diwaspadai anak-anak jangan melihatnya di film porno," ungkapnya.
Tujuan skirining adalah untuk menilai tumbuh kembang organ seksual sekunder, yaitu proses tumbuh kembang kelenjar payudara dan kematangan organ reproduksi sekuder putra.
Prosedur skiring peserta didik diminta untuk menentukan sendiri keadaan tubuhnya, sesuai dengan gambar (bukan diukur oleh petugas kesehatan atau guru). Ini bersifat rahasia (tertulis pada halaman depan formulir). Hanya diketahui oleh peserta didik dan tenaga kesehatan Puskesmas.
Rekapitulasi hasil deteksi kematangan organ reproduksi dengan Skala Tanner tersebut, bukan merupakan rekapitulasi ukuran alat kelamin. Tapi hasil analisisnya berupa nornal atau tidak normal (dari segi kematangan dibandingkan dengan umur).
"Apabila ditemukan kelainan, petugas kesehatan akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut, atau merujuk ke rumah sakit menindaklanjuti dengan memanggil peserta didik tersebut," kata Jane.