Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaman Serba Instan, Teliti Label Sebelum Beli

Bisnis.com, JAKARTA - Survei Kesehatan Rumah Tangga & Riset Kesehatan Dasar dari Kementerian Kesehatan menyatakan pada 2007 kematian akibat penyakit tidak menular mencapai 59,5%.

Bisnis.com, JAKARTA - Survei Kesehatan Rumah Tangga & Riset Kesehatan Dasar dari Kementerian Kesehatan menyatakan pada 2007 kematian akibat penyakit tidak menular mencapai 59,5%.

Diabetes, hipertensi, jantung koroner, stroke. Sederet penyakit tak menular itu mudah dijumpai di tubuh orang Indonesia. Kelebihan asupan garam, gula, dan lemak jadi penyebabnya. Kementerian Kesehatan bertindak dengan mengeluarkan aturan tentang pencantuman informasi gula, garam, dan lemak. Akankah efektif?

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian secara global. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan dari 57 juta kematian di dunia pada 2008, sebanyak 36 juta atau hampir 2/3 disebabkan PTM. PTM juga membunuh penduduk berusia muda.

Di negara-negara yang tingkat ekonominya rendah dan menengah, 29% dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun disebabkan oleh PTM. Sedangkan, di negara-negara maju cuma 13% kontribusinya. Begitu data yang dikutip Kementerian Kesehatan.

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbesar, sebanyak 39% yang menyebabkan kematian PTM pada manusia berusia kurang dari 70 tahun. Di belakangnya ada kanker yang menyumbang 27%. Diikuti penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan, dan PTM lain, dengan kontribusi sekitar 30%. Sekitar 4% disebabkan oleh diabetes.

WHO memprediksi kematian akibat PTM terus meningkat di dunia. Peningkatan terbesar diprediksi terjadi di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga, atau 70%, dari populasi global akan meninggal akibat PTM macam kanker, penyakit jantung, stroke, dan diabetes. Pada 2030 diprediksi ada 52 juta jiwa meninggal dunia per tahun lantaran PTM. Angka ini naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada 2008.

Survei Kesehatan Rumah Tangga & Riset Kesehatan Dasar dari Kementerian Kesehatan menyatakan pada 2007 kematian akibat PTM mencapai 59,5%. Rinciannya, 31,7% dari total kematian disebabkan hipertensi, 7,2% penyakit jantung, 4,3% kanker atau tumor, dan 1,1% diabetes melitus.

PTM terjadi lantaran terlalu banyak mengonsumsi gula, garam, dan lemak. Coba bayangkan berapa banyak gula yang Anda asup saat melahap sepotong donat coklat? 1,5 sendok makan gula! Lalu, Anda menghabiskan minuman soda satu gelas, berapa gula yang dikandungnya? 2,5 sendok makan gula!

Tengok perhitungan lain yang dicatat Kementerian Kesehatan. Satu sendok makan kecap mengandung garam 1/4 sendok teh dan satu bungkus mi instan mengandung garam 3/4 sendok teh. Padahal, konsumsi garam yang dianjurkan per orang per hari hanya 5 gram (setara 1 sendok teh), gula 40 gram (4 sendok teh), dan lemak 78 gram (1,5-3 sendok makan). Bila konsumsi tiga komponen itu berlebih, tentu saja reaksi tubuh pun turut berlebih.

Saat Anda mengonsumsi terlalu banyak gula, garam, dan lemak, risiko terkena diabetes melitus dan obesitas kian besar. Kadar trigliserida, kolesterol jahat (LDL), dan radikal bebas meningkat, sedangkan kolesterol baik menurun. Sementara, gula merupakan makanan bergizi untuk sel kanker.

Natrium pada garam mampu meningkatkan risiko hipertensi yang berakibat stroke, sedangkan konsumsi lemak berlebih memicu datangnya penyakit jantung, penyempitan pembuluh darah, dan kanker.

Sesungguhnya, PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan telah memerintahkan produk makanan dan minuman mencantumkan kandungan nutrisi. Namun, aturan ini tidak mewajibkan semua produk pangan.

Kian banyaknya kasus PTM mendorong Kementerian Kesehatan mengatur tiga komponen yang jamak ditemui di pangan, yakni garam, gula, dan lemak.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 Tahun 2013 hendak menjawab kondisi itu. Beleid yang keluar April silam ini mengatur tentang kewajiban pencantuman informasi kandungan gula, garam, dan lemak serta pesan kesehatan untuk pangan olahan dan pangan siap saji.

Prof. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, mengatakan Permenkes ini merupakan salah satu upaya Kemenkes untuk mengurangi risiko penyakit tidak menular (PTM), dan mengantisipasi meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat PTM  di Indonesia.

 “Faktor risiko PTM memang multifaktor. Salah satu faktor risikonya adalah diet yang tidak seimbang, dan konsumsi gula, garam, dan lemak  yang berlebihan. Kebiasaan mengonsumsi gula, garam dan lemak ini berpengaruh terhadap kejadian hipertensi, obesitas, diabetes mellitus dan serangan jantung, serta stroke.”

Ekowati Rahajeng, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan, mengatakan sekitar 24,5% penduduk Indonesia mengonsumsi garam di atas batas normal, dan 12,8% memakan lemak berlebihan. Ditambah lagi dengan kebiasaan makanan manis, asin sebanyak 23,8%, dan berlemak kurang lebih sebanyak 64,7%.

Maka dari itu, lanjutnya, Kemenkes kemudian mengeluarkan Permenkes tersebut. Dalam aturan tersebut dicantumkan bahwa gerai-gerai makanan cepat saji dan produk pangan olahan harus mencantumkan informasi kandungan garam, gula, dan lemak dalam produknya serta pesan kesehatan melalui media informasi dan promosi.

Pesan kesehatan yang dimaksud berisi bahwa konsumsi gula lebih dari 50
gram, natrium (garam) lebih dari 2.000 miligram, atau lemak total lebih dari 67 gram per orang per hari berisiko hipertensi, stroke, diabetes dan serangan jantung.

SOSIALISASI

Aturan ini memiliki masa sosialisasi tiga tahun, dan diprioritaskan untuk waralaba restoran cepat saji yang sudah memiliki 250 gerai di seluruh Indonesia. Namun, Ekowati menambahkan, akan lebih baik apabila rumah makan dan restoran dengan skala lebih kecil mau menerapkan aturan tersebut dengan sukarela.

Sedangkan untuk produk pangan olahan, lanjutnya, pihaknya masih mempelajari apa saja jenis yang akan terkena regulasi tersebut.

Tetty Helfery, Direktur Standarisasi Produk Pangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), mengatakan sampai saat ini banyak produsen mencantumkan informasi nilai gizi pada makanan kemasan atau pangan olahan, tanpa klaim tertentu.

 “Klaim dan ING merupakan nilai jual. ING belum diwajibkan saja sudah banyak yang mencantumkannya,” kata Tetty.

Perkiraannya, 50% pangan olahan di pasar sudah mencantumkan ING. Menurut Tetty, lewat Permenkes No. 30 Tahun 2013 produsen diminta lebih teliti giat lagi mencantumkan ING, terutama bagi produk yang mengandung gula, garam, dan lemak.

Nantinya, BPOM hanya memantau pencantuman informasi gula, garam, dan lemak pada pangan olahan saja. Sedangkan, pangan siap saji yang jamak dijumpai restoran waralaba tidak di bawah BPOM. Usai Permenkes No. 30 Tahun 2013 keluar, tak berarti BPOM dapat segera melaksanakan tugasnya.

Sebab, dia harus menunggu surat keputusan menteri kesehatan tentang petunjuk pangan yang lebih teknis. Di dalamnya tercantum pedoman bagi konsumen soal nilai gizi dalam tiap pangan.

Penilaiannya, Permenkes No. 30 Tahun 2013 bisa jadi tepat manfaat sepanjang masyarakat membaca label di pangan olahan dan menyadari baik buruknya. Konsumen juga paham akan informasi garam, gula, dan lemak yang ideal per orang per hari.

Walau aturan itu sudah baik, Tetty menyadari masih ada kekurangan. Salah satunya, tidak mempersoalkan nilai gizi pada pangan bukan olahan. Padahal, bila dihitung porsinya, setiap orang mengonsumsi lebih banyak pangan non-olahan daripada pangan olahan.

“Aturan ini akan efektif bila diatur juga pangan bukan olahan. Harus ada pedoman untuk pangan non-olahan,” kata Tetty.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Siswaja Lukman menilai aturan tersebut belum bisa dilaksanakan seutuhnya, karena belum ada penjelasan tentang produk apa saja yang harus ada pencamtuman kajian total exposure gula, garam dan lemak dalam makanan olahan atau cepat saji yang dikonsumsi.

Pengeluaran konsumsi makanan di Indonesia sendiri sebanyak 50% per kapita yang terdiri dari 12,7% produk pangan olahan sedangkan 37% lebih adalah konsumsi rumah tangga.

Exposure terbesar itu ya produk olahan rumah tangga, yang mustahil dapat dihitung berapa kandungan garam, gula dan lemak yang mereka konsumsi,” katanya.

Jika permenkes tersebut dinilai kurang efektif. Harus ada peraturan lanjutan untuk mengatur kandungan garam, gula dan lemak. Menurutnya, pencantuman kandungan garam, gula dan lemak yang menyebabkan Penyakit Tidak Menular (PTM) tidak hanya melalui label makanam.

Hal tersebut dapat merugikan produsen makanan itu sendiri dan makanan seolah-olah menjadi sesuatu yang menakutkan. Edukasi terhadap konsumen dinilai jauh lebih penting daripada menakut-nakuti konsumen melalui label.

Namun Adhi mengaku pihaknya telah menyesuaikan dan mengikuti aturan yang ada. Terdapat 340 label makanan dan minuman yang berada dibawah naungan GAPMMI. “Mereka telah mengikuti standard yang berlaku untuk ikut serta mencegah PTM.

Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (APKRINDO) Eddy susanto mengatakan aturan tersebut membuat konsumen sadar akan apa yang mereka makan dan nutrisi yang mereka serap. “Jika konsumen sehat, masyarakat pasti juga sehat.”

Restoran dan kafe dalam wadah APKRINDO telah mengantongi sertifikasi dari surveyor Indonesia yang menganalisis nutrisi dan kandungan gizi pada makanan atau minuman. Anggota APKRINDO yang kini mencapai 300 gerai resto dan kafe tidak mau memberikan makanan yang salah kepada konsumen.

“Sebagai kumpulan orang yang suka makan, kami mengetahui mana makanan yang sehat, mana yang tidak, dan dalam hal porsi, tidak boleh berlebih karena apa yang berlebihan akan menjadi penyakit” ujarnya. 

(Deliana Pradhita Sari, Rahmayulis Saleh, Gloria N. Dolorosa, Bunga Citra Arum, & Miftahul Khoer)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahayuningsih
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Minggu (25/8/2013)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper