BISNIS.COM, JAKARTA -- Senin (3/6) pagi sekitar pukul 07.55 WITA, Kota Poso di Sulawesi Tengah diguncang bom bunuh diri dengan sasaran aparat keamanan (polisi) di Mapolres Poso.
Bom bunuh diri ini dilakukan oleh seorang pria dengan mengendarai sepeda motor menerobos pintu jaga polisi dan beberapa saat bom meledak.
Pasca insiden tersebut, Polres Poso dan Palu memberlakukan status siaga satu. Setiap kendaraan yang memasuki kedua mapolres itu, termasuk mobil milik polisi, diperiksa dengan menggunakan alat pendeteksi logam (metal detector). Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya insiden susulan yang dilakukan oleh kelompok teroris lain.
Insiden di Poso seolah memperingatkan kita bahwasannya aksi terorisme masih terus ada, dan kita tidak boleh lengah serta harus tetap waspada terhadap gerakan terorisme. Selain itu, aksi teroris di Poso tidak akan pernah selesai.
Pasalnya, mereka yang tercatat dalam DPO jumlahnya mencapai ratusan dan masih terus berkeliaran. Memang pelakunya bukan orang Poso, kebanyakan para pendatang dari luar Poso. Oleh karena itu Mabes Polri menyatakan bahwa Poso sudah menjadi basis kelompok teroris Al-Qaeda.
Jaringan terorisme Indonesia masih saling berkaitan. Mereka ada dalam simpul besar, dan masih aktif. Setelah kematian Dr. Azahari dan Noordin M. Top kekuatan teroris memang relatif melemah, namun aksi-aksi masih terus berlangsung.
Jaringan-jaringan teroris ini kebanyakan merupakan alumni pelatihan-pelatihan militer di Afghanistan dan Filipina Selatan pimpinan Abu Sayyaf.
Teroris kini meniru apa yang mereka dapat di Filipina Selatan. Mereka melakukan pelatihan-pelatihan militer di daerah konflik, seperti di Aceh dan Poso Sulawesi Tengah.
Meskipun selama ini aparat penegak hukum sudah banyak menangkap pihak yang dianggap teroris. Namun, hal tersebut bukan berarti jaringan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya sudah benar-benar habis.
Pemberantasan terorisme memang tidak semudah seperti membalik telapak tangan, hal ini disebabkan karena masih adanya pemikiran di sebagian kecil masyarakat yang mengganggapnya sebagai bagian perjuangan/jihad.
Oleh karenanya, yang dibutuhkan saat ini adalah bagaimana melibatkan masyarakat agar mau bersama-sama aparat keamanan dalam memberantas terorisme.
Apabila masyarakat mau menjadi early warning (peringatan dini), maka terorisme tidak akan berkembang, dan bahkan diharapkan bisa menjadi lumpuh.
Yulianto
H. Samali Ujung No. 21C, Pasar Minggu
Jakarta Selatan