BISNIS.COM, PARIS—Harian Le Monde Prancis menuduh pasukan Suriah yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad telah berulang kali menggunakan senjata kimia menghadapi para pemberontak di Damaskus.
Dalam situsnya pada Senin (25/5/2013), surat kabar itu melaporkan salah satu fotografernya menderita penglihatan kabur dan gangguan saluran pernafasan selama 4 hari setelah serangan pada 13 April di garis depan Jobar, yang berada persis di pusat kota Damaskus.
Dalam keadaan menyamar di dalam dan di sekitar Damaskus selama dua bulan bersama pemberontak Suriah, seorang reporter dan fotografer Le Monde mengatakan mereka telah menyaksikan serangan kimia di medan perang dan juga berbincang dengan doktor, serta saksi-saksi lain setelah kejadian itu.
Mereka menggambarkan, orang-orang batuk dengan keras, mata mereka terbakar, dan pupilnya menciut.
"Tak lama kemudian mereka mengalami kesulitan bernafas, kadang-kadang secara ekstrim, mereka mulai muntah atau kehilangan kesadaran. Para pejuang yang paling parah kena dampaknya perlu dievakuasi sebelum mereka mati lemas," tulis Le Monde seperti dikutip Reuters, Senin (25/5/2013).
"Reporter dari Le Monde menyaksikan ini selama beberapa hari berturut-turut di kabupaten, di pinggiran kota Damaskus, dimana para pemberontak memasukinya pada Januari lalu," sambungnya.
Pemerintahan Assad dan pemberontak yang berjuang menggulingkan kekuasaan telah saling menuduh satu sama lain dalam penggunaan senjata kimia.
Tim investigasi PBB pun bersiaga selama berminggu-minggu di sana, tetapi masalah keamanan dan pertikaian diplomasi telah menunda masuknya mereka ke Suriah.
Le Monde juga menuduh Suriah-yang bukan anggota konvensi senjata anti kimia- dipercaya memiliki salah satu cadangan sisa-sisa senjata kimia di dunia yang tidak didlekarasikan.
Namun demikian, Pemerintah Rusia membantah tuduhan Barat atas kepemilikan senjata kimia di Suriah.
“Mereka [Barat] harusnya bisa membuktikan adanya penggunaan senjata nuklir, pemusnah massal, ataupun kimia. Tapi mana buktinya? Mereka hanya mengada-ngada,” tegas Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikail Y. Galuzin di Jakarta, pada pekan lalu.
Tuduhan serupa juga pernah dilayangkan kepada Irak pada 2008. Amerika Serikat menuduh Irak yang waktu itu dipimpin oleh rezim Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal. Namun, tuduhan itu tidak pernah terbukti. (ra)