BISNIS.COM, JAKARTA-- Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai Indonesia memiliki tiga modal dasar untuk keluar dari keanggotaan World Trade Organization (WTO) yang selama ini lebih banyak merugikan di antaranya membuat ketergantungan impor berlebihan.
Direktur IGJ Riza Damanik mengatakan keterlibatan WTO bagi Indonesia justru mengakibatkan ketergantungan impor yakni mencapai US$17 miliar pada akhir 2012 atau naik 100% dari 2009. Oleh karena itu, IGJ mendesak agar pemerintah dapat keluar dari keanggotaan organisasi perdagangan dunia tersebut.
Dia memaparkan upaya itu dapat ditempuh dengan memanfaatkan momentum Konferensi Tingkat Menteri Ke-9 WTO di Bali pada Desember nanti. Tiga isu yang rencananya akan dibahas adalah fasilitas perdagangan, negara miskin serta pertanian.
"Ketiga isu tersebut tidak akan pernah menjembatani pencapaian kesejahteraan rakyat dan kepentingan nasional, maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dunia hari ini," kata Riza dalam keterangan pers di Jakarta, yang dikutip pada Minggu (12/5/2013).
Tiga modal dasar untuk keluar dari keanggotaan WTO, demikian IGJ, salah satunya adalah dari kegagalan Mari Elka Pangestu menjadi Direktur Jendral WTO. Pada akhir April, Roberto Azevedo dari Brazil akhirnya menggantikan posisi Pascal Lamy, menjadi Direktur Jendral WTO untuk periode 2013-2018. Kegagalan itu, paparnya, membuat Indonesia tak tersandera pada kepentingan domestik.
Adapun dua lainnya adalah, papar Riza, posisi Indonesia sebagai ketua dari G-33 yang sangat berkepentingan terhadap isu pertanian serta menjadi tuan rumah pada Desember nanti di Bali.
"Sebagai tuan rumah tentunya dapat lebih leluasa memainkan peran diplomasinya sejak awal. Dengan ketiga modalitas itu, Indonesia dapat menggunakan momentum Bali untuk keluar dari keanggotaan WTO," demikian Riza.