Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

97% Pabrik Rokok di Jabar Bangkrut Gara-Gara Ini

BISNIS.COM, BANDUNG--Jumlah industri hasil tembakau di Jabar diperkirakan saat ini kurang dari 10 unit dari 2007 mencapai 347 unit terutama sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan No 20/PMK/.07/2009 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

BISNIS.COM, BANDUNG--Jumlah industri hasil tembakau di Jabar diperkirakan saat ini kurang dari 10 unit dari 2007 mencapai 347 unit terutama sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan No 20/PMK/.07/2009 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi, mencapai 97% gulung tikar.

Pada 2007 jumlah pabrik rokok golongan III di Jabar mencapai 347 unit, 2009 menyusut menjadi 41 unit, dan 2011 terus berkurang menjadi 10 unit. Diperkirakan pada tahun ini sudah berkurang lagi.

Kabid Industri Agro Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jabar Yanti mengatakan berdasarkan hasil kajian yang dilakukannya bersama konsultan ditengarai banyak perusahaan rokok golongan III yang tidak mampu meneruskan usahanya disebakan karena tidak mampu memenuhi persyaratan luas pabrik minimal 200 meter persegi.

"Penyebab lainnya karena adanya kenaikan tarif cukai spesifik dari semula Rp40 per batang pada 2010 menjadi Rp65 per batang pada 2011. Atau kenaikan cukai 62,5%," katanya, kepada Bisnis di Bandung, Rabu (17/4/2013).

Menurutnya, kenaikan cukai sebesar itu telah menyebabkan penebusan pita cukai yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha menjadi sangat besar sementara harga transaksi pasar relatif tidak berubah.

Kenaikan tarif cukai spesifik 15,4% menjadi Rp75 per batang tahun ini, diperkirakan akan semakin sulit bagi perusahaan rokok golongan III untuk bisa mempertahankan usahanya.

"Di samping itu, perusahaan rokok golongan III ini hanya memiliki cakupan pemasaran di tingkat lokal, karena keterbatasan modal dan kapasitas produksi,"ujarnya.

Untuk produsen tembakau iris, ungkapnya, tarif cukai pada 2012 tetap Rp5 per gram, untuk tier terendah sejak mulai diterapkannya tarif cukai spesifik penuh sejak 2009.

Dia menduga adanya peralihan jenis produk industri hasil tembakau dari sigaret keretek tangan (SKT) ke tembakau iris di sejumlah pabrik rokok di Losari, dikarenakan produk jenis tembakau mole lebih tahan terhadap gejolak persaingan usaha akibat kenaikan tarif cukai bagi produk sigaret kretek tangan.

"Selain itu, banyak pelaku usaha yang kesulitan permodalan untuk memenuhi persyaratan minimal luas bangunan 200 meter persegi," paparnya.

Untuk mengatasi banyaknya yang gulung tikar, pihaknya akan mengintesifkan penyuluhan bagi pelaku usaha tentang kemungkinan disahkannya RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap kesehatan atau terbitnya pengganti PP No.19/2003 yang akan menyesuaikan terhadap ketentuan WHO.

Di samping itu, pihaknya akan mengusulkan pengkajian mendalam dengan penyusunan profil industri dari setiap perusahaan rokok yang memiliki potensi untuk dapat dijadikan objek pembinaan dan pengembangan.

Sementara itu, Rosyidin mantan produsen rokok di Kabupaten Majalengka menuturkan usaha rokok rumahan yang dilakukannya sejak 2011 telah gulung tikar.
Menurutnya, sebelum peraturan Menteri Keuangan itu keluar, produk bermerek Sirkuit Sentul itu sempat laku di pasar.

"Memang pemasarannya masih terbatas di sekitar Kabupaten Majalengka dan Cirebon. omzetnya pun tidak lebih dari Rp5 juta setiap bulannya," ungkapnya.

Selain aturan yang memang tidak mendukung keberlangsungan usaha rokok yang dijalaninya, kuatnya gempuran oleh perusahaan rokok besar pun tak dinafikannya.

Meski begitu, dirinya sebagai produsen rokok golongan III mengakui masih banyak kekurangan dalam menjalankan usahanya tersebut salah satuya tidak memiliki standar baku dalam pembuatan racikan.

"Karena semuanya masih bersifat tradisional berbeda dengan perusahaan modern sudah serba mesin sehingga mudah dalam meracik komposisi dalam setiap batangnya," tuturnya.

Rosyidin bersama pelaku usaha rokok lainnya di Majalengka memilih banting setir menjadi pengusaha konveksi. Begitu juga dengan 10 mantan karyawannya.

"Pengusaha yang masih bertahan kemungkinan masih ada di Cirebon. Itupun jumlahnya di bawah 10 produsen," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herdi Ardia
Editor : Yoseph Pencawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper