BISNIS.COM, SURABAYA--Setiap kabupaten/kota di Indonesia diwajibkan untuk membuat peta rawan bencana dan rencana penanggulangan bencana untuk membanu meningkatkan kewaspadaan terhadap terjadinya bencana.
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sugeng Triutomo dalam workshop pengantar pemetaan risiko bencana di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya mengatakan Indonesia sepertinya tak henti-hentinya diterjang berbagai jenis bencana akhir-akhir ini.
Mulai dari bencana banjir, gunung meletus, gempa bumi, tsunami, hingga tanah longsor silih berganti terjadi di sejumlah daerah.
“Setiap kabupaten/kota wajib untuk membuat sebuah peta rawan bencana dan juga rencana untuk penanggulangan bencana di daerahnya masing-masing.
Ini untuk mengantisipasi sejak dini langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu bencana,” ujar Sugeng seperti dikutip dalam rilis yang diterima Bisnis, Rabu (3/4/2013).
Dia mengingatkan bencana tidak terjadi begitu saja. Tapi diawali dengan adanya bahaya dan kerentanan dari segala aspek di suatu daerah yang akhirnya menyebabkan terjadinya suatu risiko.
Setelah ada pemicu, barulah akhirnya terjadi sebuah bencana di suatu wilayah.
“Karena itu untuk mempelajari atau memiliki pengetahuan tentang penanggulangan bencana tidak perlu harus menunggu terjadinya suatu bencana lebih dulu. Justru harus disiapkan lebih dini,” ungkapnya.
Dia memaparkan sebelum membuat peta risiko bencana, harus ditentukan dulu peta bahaya yakni peta yang memuat informasi tentang tingkat ancaman terhadap satu jenis bahaya pada suatu daerah pada waktu tertentu.
Selain itu, lanjutnya, juga membuat peta kerentanan yang memuat informasi mengenai tingkat kerentanan terhadap satu jenis ancaman bahaya pada suatu daerah pada waktu tertentu.
Selanjutnya membuat peta kapasitas yang memuat tingkat kapasitas terhadap satu jenis ancaman bahaya pada suatu daerah pada waktu tertentu.
“Gabungan dari ketiga peta tersebut yang akhirnya menjadi peta rawan bencana,” imbuhnya.
Lebih lanjut dia menuturkan pihaknya telah menyelesaikan peta rawan bencana dari 33 provinsi di Indonesia.
Saat ini, peta tersebut juga mulai didetilkan menjadi peta rawan bencana di tingkat kabupaten/kota.
“Saat ini yang sudah rampung sekitar 32-33 kabupaten/kota,” kata Sugeng.
Menurutnya, untuk memudahkan penerapan sosialisasi peta rawan bencana di masing-masing daerah, pihaknya mengimbau untuk tidak melupakan kearifan lokal dari daerah itu, baik dari kultur yang ada atau pun tokoh masyarakat setempat yang harus diajak berintegrasi.
“Coba mengilmiahkan kearifan lokal yang ada, karena beberapa kearifan lokal tersebut ternyata memang ada benarnya bila ditilik secara kajian ilmiah dalam menghadapi bencana,” paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Amien Widodo Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS mengatakan Indonesia ini memang rawan bencana baik berupa bencana gempa, tsunami, tanah longsor, banjir maupun angin puting beliung.
“Kejadian-kejadian itu sudah berulang-ulang, semestinya kita jadi ahli di bidang kebencanaan tersebut,” ujarnya.
Namun, sambungnya, masyarakat tetap tidak ahli dan terus jatuh korban, kerusakan serta kerugian akibat bencana-bencana tersebut.
“Hal itu dikarenakan budaya kita yang menganggap bencana itu hanya sebagai musibah, takdir, peringatan, ataupun ujian dari Tuhan.
Bila masyarakat sudah dilatih untuk waspada terhadap bencana sejak dini dan tahu bagaimana menghadapi bencana dengan baik, tentunya hal tersebut tak akan lagi banyak terjadi," imbuhnya.(snd/yop)