Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

NILAI EKSPOR JABAR Tak Terpengaruh Konflik Korea

BISNIS.COM, BANDUNG--Jawa Barat memastikan ekspor ke Korea Selatan tidak terpengaruh konflik di semenanjung Korea yang makin memanas, termasuk arus investasi dari negeri ginseng tersebut.

BISNIS.COM, BANDUNG--Jawa Barat memastikan ekspor ke Korea Selatan tidak terpengaruh konflik di semenanjung Korea yang makin memanas, termasuk arus investasi dari negeri ginseng tersebut.

Kabid Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar Ibnu Sina mengatakan perseteruan dua negara Korea itu tidak terlalu berdampak besar apabila dilihat dari volume ekspor.

Pasalnya, jumlah ekspor ke negeri ginseng tersebut kecil bila dibandingkan dengan negara lain semisal China, Jepang, Uni Eropa dan Amerika Serikat.

"Bahkan volume ekspor ke Korea lebih kecil dibandingkan ke sejumlah negara Asean yang dalam catatan pemerintah kontribusinya tidak lebih dari 25%," katanya kepada Bisnis, Selasa (2/4/2013).

Menurutnya sejauh ini belum ada gejolak berarti bagi kelangsungan bisnis di Indonesia khususnya di Jabar akibat konflik yang memanas di semenanjung Korea tersebut.

Dalam pengamatannya, investor asal Korea Selatan hanya sempat mengeluhkan maraknya aksi demonstrasi buruh yang mengarah pada anarkistis dan kenaikan UMP.

Terpisah, Ketua Komite Perdagangan Luar Negeri Kadin Jabar Yusuv Sukhyar membenarkan hingga saat ini belum ada efek negatif pada perdagangan dan investasi Jabar ke Korea Selatan.

"Komoditi utama yang diekspor Jabar ke Korea itu tekstil dan barang olahan, hingga saat ini pengaruhnya terhadap ekspor dan ivestasi masih kecil, tapi para pelaku usaha berharap kondisi di sana bisa segera reda," katanya.

Yusuv mengaku khawatir jika konflik di sana kian memanas sebab akan berimbas negatif pada perdagangan dunia. Dia menambahkan dalam prinsip usaha segala pergolakan yang terjadi di dunia bisa mengganggu dan merugikan pelaku usaha.

"Kalau konflik antara Selatan dan Utara makin parah, katakan saja paling buruknya perang, ini akan berimbas ke menguatnya dolar sehingga merugikan para pelaku perdagangan, termasuk dari Jabar,"ungkapnya.

Dia menambahkan pasar Korea Selatan sendiri cukup menjanjikan dan memberikan harapan bagi produk-produk dari Jabar.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Deddy Widjaya mengemukakan Korsel merupakan salah satu rekanan bisnis dan investasi utama bagi Jabar.

Menurutnya, peran Korea Selatan sebagai salah satu raksasa ekonomi baru dunia menjadi andalan negara-negara lainnya di dunia sebagai tujuan utama ekpor.

“Hingga saat ini [konflik Korea] belum ada pengaruhnya terhadap peningkatan atau penurunan ekspor maupun impor antara Jabar dan Korea Selatan,” ujarnya.

Kepala Bidang Data Investasi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Jabar Harun Darise mengatakan berdasarkan data yang dimiliki pihaknya investasi dari Korea Selatan ke Jabar sejak awal tahun masih berjalan.

“Korea Selatan dan Jepang dua negara yang minat investasinya masih terlihat tinggi,” katanya.

Dia menilai tidak ada pengaruh signifikan antara konflik kedua negara dengan rencana investasi para pengusaha ke Indonesia, khususnya Jawa Barat.

BKPPMD sendiri menurutnya sampai saat ini belum mendapat informasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terkait kemungkinan konflik tersebut berpengaruh pada investasi.

Menurutnya Korea Selatan sejak awal tahun banyak mengucurkan investasi ke sektor mesin dan elektronik juga otomotif.

Sementara itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat siap memulangkan warga Jabar yang bekerja di Korea Selatan dan Korea Utara jika konflik di semenanjung Korea tersebut memanas bahkan berujung perang.

Kepala Disnakertrans Jabar Hening Widiatmoko mengemukakan berdasarkan data per Desember 2012, warga Jabar yang bekerja di Korsel sebanyak 3.003 orang, sedangkan yang bekerja di Korut sebanyak 8 orang.

“Sebagian besar TKI yang bekerja di Korsel dan Korut berjenis kelamin laki-laki dengan pekerjaan formal yaitu bekerja pada sektor industri pengolahan, khususnya elektronik dan metal,” katanya kepada Bisnis.

Dia mengatakan jumlah TKI yang bekerja di Korut memang lebih sedikit dibandingkan dengan yang bekerja di Korsel karena dianggap lebih rawan.

Menurutnya, TKI yang bekerja di Korut semuanya laki-laki dan bekerja pada sektor industri formal seperti TKI di Korsel.

Hening mengatakan hingga saat ini pihaknya terus menjalin komunikasi dengan berbagai pihak antara lain Kedutaan Besar Republik Indonesia di kedua negara itu, sebagai upaya untuk menjaga keselamatan warga Jabar.

“KBRI merupakan pihak yang harus siap atau standby. Sejauh ini permasalahan peperangan masih dapat dikendalikan oleh negara terkait sehingga masih dianggap aman,” jelasnya.

Meskipun dianggap masih kondusif, Hening menyatakan siap bertindak untuk mengamankan warga Jabar di semenanjung Korea itu apabila kondisinya mengancam keselamatan TKI asal Jabar tersebut.(k3/k6/k30/k31/k32/k57)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yoseph Pencawan
Editor : Others
Sumber : Maman Abdurahman/Hedi Ardhia/Tiara Syahra/Ria Indryani/Wandrik Panca/Wisnu Wage
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper