BISNIS.COM, MALANG—Pengembang perumahan tipe rumah sejahtera tapak (RST) merespon positif rencana pemerintah, yakni Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), untuk menerbitkan ketentuan terkait dengan skema baru pembiayaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Ketua Koordinator Wilayah Malang Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (Appersi) DPD Jatim Makhrus Sholeh mengatakan problem bagi MBR untuk memiliki terutama memang pada penyediaan uang muka.
“Jika pemerintah merevisi uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi 5%, maka kalangan MBR lebih berkemampuan untuk membeli rumah,” katanya hari ini, Jumat (29/3/2013).
Dengan begitu, pengembang RST antusias untuk membuka proyek baru. Pertimbangannya karena pasokan rumah akan mudah diserap masyarakat.
Saat ini, lanjut dia, uang muka KPR untuk MBR memang sudah rendah, hanya 10% dari harga rumah, Rp8,8 juta. Namun jika ditambah biaya asuransi, provisi, administrasi, dan lainnya maka ada tambahan lagi biaya sekitar Rp5 juta untuk KPR.
Dengan uang muka KPR sebesar itu, maka masih memberatkan MBR. “Jika uang muka cuma Rp4,4 juta maka ditambah dengan Rp5 juta hanya Rp9,4 juta. Dengan uang sebesar it, MBR masih mampu menyediakannya. Ibaratnya dengan menjual sepeda motornya, suda bisa digunakan untuk uang muka KPR.”
Yang menggembirakan lagi, angsuran KPR untuk MBR nantinya dipermudah. Nasabah KPR dari MBR nanti diupayakan mengangsur secara harian, mingguan, hingga bulanan.
Untuk mencegah terjadi kredit macet pada KPR untuk MBR, maka nantinya digunakan skema tanggung renteng.
Jadi MBR yang memohon KPR tidak bisa per individu, melainkan berkelompok. Mengacu draft, paling tidak 10 orang.
Setiap kelompok nantinya ada penanggung jawabnya. Jika terjadi kemacetan tunggakan, maka penangung jawab kelompok yang akan membantu bank menagih ke debitur.
“Kalau yang menagih angsuran KPR dari kelompoknya sendiri, debitur yang nunggak menjadi lebih sungkan. Mereka berusaha memenuhi kewajibannya membayar tunggakan KPR-nya,” lanjut Makhrus.