JAKARTA: Perusahaan sabun dan parfum PT Megasurya Mas menyetop produksi selama 4 bulan karena tergugat I, PT Symrise dan tergugat II, Symrise Asia Pacific Pte.Ltd tidak mengirimkan bahan baku.
“Empat bulan sejak Februari 2010 hingga Juni 2010, PT Megasurya Mas tidak berproduksi karena tidak dikirim bahan baku dari PT Symrise,” ungkap Jhon sebagai Manajer Produksi PT Megasurya Mas yang menjadi saksi dalam sengketa distribusi dengan PT Symrise di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini.
Saksi ini diajukan kuasa hukum penggugat PT Megasurya Mas yang dikoordinasikan Otto Hasibuan dalam agenda kesaksian berkaitan perkara gugatan PT Megasurya Mas terhadap PT Symrise sebagai tergugat I, Symrise Asia Pasifik Pte Ltd (Singapura) sebagai tergugat II dan tergugat III, Symrise AG (Jerman).
Ketiga tergugat dinilai terlambat dan menolak mengirimkan bahan baku sabun dan parfum untuk penggugat PT Megasurya Mas. Perbuatan itu dilakukan pada pada Januari 2010 hingga Juni 2010. Bahkan pada 21 Mei 2010, para tergugat tersebut menolak mengirimkan barang sesuai dengan pemesanan barang (Purchase Order) yang diterbitkan pada 21 Mei 2010.
Menurutnya, tidak dikirimnya bahan baku dari PT Symrise tersebut menyebabkan perusahaan yang memproduksi parfum dan sabun itu tidak dapat memenuhi permintaan pasar. “Perusahaan mengalami kerugian yang besar atas tidak dikirimnya bahan baku untuk membuat sabun dan parfum tersebut.”
Kesaksian Jhon diperkuat keterangan saksi Ria Amalia yang bertugas sebagai Kepala Bagian Marketing PT Megasurya Mas. “Akibat tidak berproduksinya PT Megasurya Mas menyebabkan perusahaan kehilangan keuntungan yang diharapkan mencapai nilai US$8,3 juta.”
Amalia yang mengaku dipercaya sebagai Kepala Marketing sejak 1998 mengatakan antara perusahaannya dan PT Symrise telah bersepakat untuk memasok barang yang dibutuhkan perusahaannya untuk memproduksi sabun dan parfum.
Menurutnya, kerugian yang diderita perusahaannya bukan hanya dari sisi produksi dan distribusi yang terhambt karena tidak dikirimnya bahan baku oleh tergugat I, PT Symrise dan tergugat II, Symrise Asia Pacific.
“Kerugian lainnya disebabkan perusahaan telah membayar promosi iklan di televisi dan membayar sales promotion girls dan kebutuhan promosi lainnya. Tapi, kami tidak bisa kan beralasan tidak ada barang, padahal perusahaan telah mengeluarkan biaya-biaya tersebut.”
Kuasa hukum tergugat I, PT Symrise , Symrise Asia Pasifik Pte Ltd (Singapura) sebagai tergugat II dan tergugat III, Symrise AG (Jerman), Fredrik J.Pinakunary, mengatakan keterangan dua saksi yang diajukan kuasa hukum penggugat itu tidak berkapasitas sebagai saksi.
“Karena bagaimana pun, kedua saksi ini kan sebagai orang yang menerima upah. Bagaimana bisa memberikan kesaksian sebagai yang dapat memberikan fakta yuridis bagai majelis hakim karena mereka kan memiliki kepentingan sebagai karyawan.”
Menurutnya, kedua saksi yang diajukan kuasa hukum penggugat penggugat tersebut secara tegas menyatakan tidak ada hubungan kerjanya dengan tergugat III, yakni Symrise. “Padahal, kuasa hukum penggugat menempatkan tergugat III bertanggung jawab untuk dihukum secara tanggung renteng dalam perkara tersebut.”
Fredrik mempertanyakan penyampaian jumlah potensi nilai kerugian yang dalam gugatan awal tercatat US$ 5juta, yang kemudian diubah dalam gugatan baru menjadi US$8 juta. “Nilai kerugian yang disebut-sebut kuasa hukum penggugat tidak konsisten,”katanya.
Selain itu, Fredrik menyoalkan tentang penempatan kata-kata Estimated Time of Devery (ETD) yang ditempatkan pada setiap Purchase Order (PO) yang diajukan perusahaan penggugat. “Artinya, setiap kali pengiriman barang, ada prakiraannya. Tidak benar, jika barang yang dikirim produksi menjadi terhenti. Bisa saja barang yang dikirim tergugat tiba lebih awal di gudang tergugat, sehingga tidak mengganggu produksinya.” (msb)