JAKARTA: Pemerintah berkukuh penggunaan Pasal 24 Ayat 7 UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara tidak relevan untuk menjegal niat membeli 7% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Hadiyanto mengatakan pembelian 7% divestasi PT NNT oleh pemerintah melalui Pusat Investasi Pemerintah merupakan investasi jangka panjang nonpermanen yang tidak memerlukan persetujan DPR.
"Kalau kita kaji, Pasal 24 Ayat 7 diterapkan dalam case ini benar-benar keliru,” ujarnya kepada Bisnis seusai sidang keterangan ahli terkait sengketa kewenangan lembaga negara di Mahkamah Konsititusi, Selasa 10 April 2012.
Menurut dia, oleh karena ini investasi, bukan PMN maka tidak perlu melalui persetujuan DPR.
“Kalau PMN dalam kondisi apapun harus melalui DPR, apalagi bukan dalam kondisi tertentu yang bisa dimaknai sebagai kondisi krisis," ujarnya.
Dalam Pasal 24 Ayat 7 UU Keuangan Negara diatur ketentuan bahwa dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR.
Tak perlu izin
Pada sidang tersebut, Mulia P. Nasution selaku saksi ahli dari pemerintah mengatakan investasi yang dilakukan pemerintah dengan membeli 7% saham divestasi PT NNT melalui PIP tidak perlu melalui izin DPR.
Hal itu, menurut dia, bukan merupakan bagian dari pemisahan kekayaan negara sebagaimana Penyertaan Modal Negara yang bersifat permanen.
"Pembelian 7% saham divestasi NNT ini sesuai dengan kontrak karya, tidak ada penambahan modal dari pemerintah ataupun penerbitan saham baru dari NNT,” katanya.
PIP itu, menurut dia, merupakan kepanjangan tangan pemerintah di bawah Menteri Keuangan.
Dengan begitu, kebijakan itu sudah tepat karena investasi ini menjadi kekayaan negara yang tidak terpisahkan dan PIP punya kontrol secara langsung atas kepemilikan saham di PT NNT.
Mulia menambahkan tidak ada ketentuan yang melarang pemerintah untuk melakukan pembayaran saham divestasi tersebut.
Hal ini sesuai dengan Pasal 41 UU no.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengatur soal pengelolaan investasi.
"Apalagi dana untuk melakukan pembayaran saham tersebut telah cukup tersedia dalam rekening dana investasi yang dikelola oleh PIP. Jadi pembelian divestasi saham ini patut dan bisa dipertanggung jawabkan, karena kekayaan alam NTB harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat," tegasnya.
Hanya SUN
Berbeda dengan pandangan Mulia, O.C. Kaligis saksi ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan mengatakan berdasarkan UU no.1/2004 bentuk investasi yang tidak memerlukan persetujuan DPR terbatas pada surat utang negara.
"Pembelian melalui PIP yang adalah BLU juga tidak tepat, karena BLU tidak boleh melakukan investasi jangka panjang," ujarnya.
Sidang perkara No.2/SKLN.X./2012 ini akan dilanjutkan pekan depan dan diharapkan dapat mencapai keputusan majelis hakim MK pada 24 April.