Bisnis.com, JAKARTA -- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia menyampaikan putusan atas rekomendasi pemecatan sementara selama 12 bulan terhadap dokter Terawan Agus Putranto ditunda.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prof dr Ilham Oetama Marsis, SpOG dalam konferensi pers di Sekretariat PB IDI, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (9/4/2018).
"PB IDI menunda melaksanakan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) karena keadaan tertentu," ungkapnya.
Yang dimaksud sebagai keadaan tertentu terkait dengan terjadinya keresahan dan kegaduhan di masyarakat serta kalangan profesi dokter serta ketimpangan Informasi yang tajam diakibatkan tersebarnya keputusan MKEK.
Marsis menjelaskan PB IDI mengambil keputusan ini berdasarkan hasil rapat Majelis Pimpinan Pusat pada Minggu, (8/4). Rapat tersebut, dihadiri oleh seluruh unsur pimpinan pusat IDI termasuk Ketua Umum, Ketua MKEK, Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI), dan Majelis Pengembangan Pelayanan Kedokteran (MPPK).
Dengan demikian, sampai saat ini Terawan masih menjadi anggota IDI.
Baca Juga
"Oleh karenanya, ditegaskan bahwa hingga saat ini dokter Terawan Agus Putranto masih berstatus sebagai anggota IDI," lanjut Marsis.
Mengenai forum pembelaan diri terhadap Terawan, dia mengatakan hal tersebut sudah dilaksanakan pada Jumat (6/4).
Konferensi pers hari ini sedianya digelar pada pukul 09.30 WIB, tapi mundur dari jadwal dan hingga kini masih berlangsung.
Seperti diketahui, dalam surat yang beredar tertanggal 23 Maret 2018, MKEK menetapkan dokter Terawan telah melakukan pelanggaran etik serius dari kode etik kedokteran. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua MKEK PB IDI Prijo Sidipratomo.
Sekretaris MKEK PB IDI Pukovisa Prawiroharjo mengatakan keputusan tersebut diambil setelah MKEK memproses laporan terhadap dokter Terawan sejak beberapa tahun lalu.
"Proses pemecatannya sudah berlangsung tahunan lah," ungkapnya, Rabu (4/4).
Sementara itu, berdasarkan catatan Bisnis, Ketua Terpilih PB IDI Daeng M. Faqih menegaskan bahwa metode 'cuci otak' yang dilakukan oleh dokter Terawan tidak terkait dengan penilaian etika yang membuat MKEK untuk melakukan pemecatan sementara.
"Bukan [karena] metode terapi cuci otak tersebut, ini murni masalah etika kedokteran saja," jelasnya.
Daeng menjelaskan secara garis besar etika di kedokteran ada empat prinsip. Pertama, prinsip beneficient, di mana yang dilakukan oleh dokter hanya bertujuan untuk kebaikan pasien.
Kedua, non malfunction, yakni jangan sampai menimbulkan kemudharatan kepada pasien. Ketiga, prinsip keadilan, sehingga apa yang harus dikerjakan dokter adalah seadil-adilnya dan tidak memandang status apapun, tidak membedakan siapapun pasiennya.
Terakhir, otonomi pasien, yakni apa yang dikerjakan dokter harus dengan persetujuan pasien.