Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OTT Hakim dan Panitera, KPK: Kondisi Hukum Indonesia Sarat Masalah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, penangkapan terhadap sejumlah oknum hakim dan panitera menunjukkan kondisi hukum yang masih bermasalah.
KPK menetapkan Ketua PN Kepahiang, Bengkulu, Janner Purba, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap/Antara-Rosa Panggabean
KPK menetapkan Ketua PN Kepahiang, Bengkulu, Janner Purba, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap/Antara-Rosa Panggabean

Kabar24.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, operasi tangkap tangan terhadap sejumlah oknum hakim dan panitera menunjukkan kondisi hukum yang masih bermasalah.

Karena itu, untuk menjalankan salah satu fungsi KPK terkait pemberantasan korupsi di sektor hukum, KPK sedang menggalakkan koordinasi dengan sejumlah aparatur hukum lainnya.

"Kami akan bekerja sama dengan aparat kepolisian dan Mahkamah Agung untuk memperbaiki ini agar lebih baik di masa depan," kata Komisioner KPK La Ode M.Syarief, Rabu (24/5/2016).

Dia memaparkan, kemarin malam, sejumlah komisioner Komisi Yudisial (KY) menyambangi lembaga antirasuah. Dalam pertemuan itu, mereka sempat membicarakan soal tindak lanjut kerja sama kedua institusi. "Intinya kejadian kemarin tidak terjadi pada masa yang akan datang," imbuh dia.

Sebelumnya, KPK menangkap tangan lima orang terkait dugaan suap penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M. Yunus yang tengah disidangkan. Lima tersangka itu adalah Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Janner Purba; hakim PN Bengkulu, Toton dan panitera PN Bengkulu, Badaruddin Amsori Bachsin. 

Adapun dua lainnya berasal dari RSUD M. Yunus Bengkulu, yakni mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD M.Yunus, Edi Santroni dan mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD, Syafri Syafii.

Pengungkapan kasus otu bermula dari penyerahan uang diduga dilakukan oleh Syafri Syafii kepada Janner Purba pada 23 Mei 2016. Pada 15.30,  tim KPK akhirnya mengamankan Janner yang  telah berada di rumahnya dan sudah menerima Rp150 juta.

Sekitar pukul 16.00, tim KPK kemudian mengamakan Syafri di rumahnya, sedangkan Badaruddin dan Toton diamankan oleh KPK di PN Bengkulu. Sekitar pukul 20.45, KPK juga mengamankan Edi Santroni.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, kasus itu bermula dari SK Gubernur pada 2011 tentang Tim Pembina Manajemen RSUD M Yunus.  Di dalamnya terkait dengan honor untuk para pejabat di Bengkulu, termasuk gubernur.

Gubernur yang menandatangani surat itu adalah Junaidi Hamsyah, yang telah ditetapkan tersangka oleh Mabes Polri pada Mei 2015. Polri menduga terdapat kerugian negara sebesar Rp5,4 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper