Kabar24.com, JAKARTA - Pemerintah harus memperhatikan standar dan kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia dalam melakukan revisi UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Wahyu Wagiman, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), mengatakan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme seharusnya dilakukan untuk menyelaraskan dengan prinsip hak asasi manusia. Pasalnya, UU yang berlaku saat ini sudah cukup efektif dalam menangkal aksi terorisme.
"Antar-instansi pemerintah cukup melakukan penguatan fungsi koordinasi, baik dari fungsi pencegahan, deteksi dini, penindakan, penegakan hukum, dan rehabilitasi, sehingga terintegrasi," kata Wahyu, Selasa (2/2/2016).
Wahyu menuturkan revisi UU No. 15/2003 juga harus menjamin hak atas rasa aman setiap warga negara dengan melakukan optimalisasi terhadap seluruh perangkat dan sumber daya yang dimiliki, tanpa mengabaikan kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia.
Menurutnya, pihaknya menolak seluruh usulan yang terkait dengan penambahan kewenangan penangkapan, penahanan dan deteksi dini yang tidak sejalan dengan prinsip hak asasi manusia.
Dia juga menyebutkan berdasarkan laporan Pelapor Khusus PBB Untuk Counter Terrorism Martin Scheinin pada 2009 diketahui perluasan deteksi dini atas nama pemberantasan terorisme secara sistematik menimbulkan efek samping, seperti ketakutan, terancamnya hak untuk berserikat, dan berpotensi memunculkan pelanggaran terhadap fair trial.
Saat itu, lanjut Wahyu, Scheinin menekankan prinsip campur tangan yang minimal, penggunaan data pribadi yang terbatas, pengawasan dan pengaturan terhadap akses data pribadi, keterbukaan dan kejujuran, serta moderenisasi secara efektif dalam pembentukan regulasi pemberantasan tindak pidana terorisme.