Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mempelajari kajian soal pertambangan nikel yang diserahkan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Kajian itu disebut menemukan adanya potensi korupsi di beberapa tambang nikel di daerah-daerah penghasil komoditas tersebut.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut kajian dari Muhammadiyah secara umum meliputi tata kelola tambang nikel di beberapa wilayah.
"Dan teman-teman mengidentifikasi adanya potensi terjadinya korupsi, termasuk dampak-dampak lain yang muncul atau diakibatkan dari tata kelola tambang yang tidak benar dilakukan di lapangan," ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Selasa (22/7/2025).
Adapun temuan-temuan yang dihimpun oleh PP Muhammadiyah itu didapatkan dari berbagai daerah penghasil nikel, khususnya daerah Indonesia Timur.
"Ada beberapa daerah seperti di Morowali, ada di Halmahera juga. Nanti akan kami pelajari terlebih dahulu secara detail terkait dengan hasil kajian itu. Akan kita matching-kan juga dengan kajian yang telah KPK lakukan," ujar Budi.
Baca Juga
Nantinya, kajian itu bakal memperkaya kajian yang dilakukan lembaga antirasuah di sektor pertambangan.
Apalagi, KPK juga memiliki Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam, yang memang fokus mengidentifikasi, mengurai permasalahan-permasalahan pengelolaan tambang, mulai dari hulu hingga ke hilir.
Budi menyebut, saat ini pun KPK tengah mengusut beberapa kasus dugaan korupsi baik di tahap penyelidikan maupun penindakan.
"Tentu di sisi penindakan kita juga ada beberapa perkara yang sedang berjalan. Kajian ini tentu akan menjadi pengayaan bagi teman-teman karena akan mendapatkan insight, memberikan pemahaman, pengetahuan baru terkait dengan tata kelola tambang," terang Budi.
Adapun audiensi kemarin dihadiri oleh Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas. Dia menyebut KPK dan Muhammadiyah akan membentuk suatu perjanjian kerja sama dalam bentuk kajian dan pendidikan antikorupsi.
Busyro menyebut PP Muhammadiyah sebelumnya sudah memiliki nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MOU) kerja sama dengan KPK, yang diteken saat kepemimpinan jilid IV yakni Agus Rahardjo sebagai ketua.
MoU itu, kata Busyro yang juga merupakan mantan pimpinan KPK, masih terus berjalan dalam bentuk pencegahan korupsi berbasis perguruan tinggi.
"Jadi kami PP Muhammadiyah juga mengapresiasi, menyampaikan terima kasih karena memang ini kebutuhan Muhammadiyah dan kebutuhan KPK juga. Yang selama ini kan berbasis pada pemerkuatan jejaring-jejaring sebagai kekuatan masyarakat sipil yang original," tuturnya.