Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap terhadap 13 orang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat electronik data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI).
Permohonan cegah ke luar negeri itu telah diajukan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan pada 26 Juni 2025. Pencegahan ke luar negeri itu lalu aktif sejak 27 Juni 2025 untuk 6 bulan ke depan.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, sebanyak 13 orang itu di antaranya berstatus penyelenggara negara (PN). Seluruhnya berasal dari internal BRI.
"Kalau berapa PN-nya saya lupa, yang jelas semua PN dari BRI," ujar Asep kepada Bisnis, Selasa (1/7/2025).
Upaya paksa berupa pencegahan ke luar negeri itu dilakukan guna memastikan penyidikan berjalan efektif.
Juru Bicara KPk Budi Prasetyo mengatakan, lembaganya tidak hanya akan mengusut secara pidana terhadap pengadaan EDC itu, melainkan juga menjadikannya sebagai momentum untuk mitigasi, pencegahan, serta perbaikan upaya menutup celah korupsi.
Baca Juga
"Sehingga tentunya penanganan perkara ini juga akan mendukung upaya perbaikan dan peningkatan pada sektor keuangan ataupun perekonomian nasional," ujarnya.
Sebelumnya, KPK mengungkap telah mulai mengusut dugaan pidana korupsi terkait dengan pengadaan EDC di BRI. Namun, belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
Penyidik telah memeriksa Catur Budi Harto, mantan Wakil Direktur Utama BRI di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2025). Pada hari yang sama, lembaga antirasuah turut menggeledah kantor BRI di Sudirman dan Gatot Subroto.
KPK menduga terdapat pengondisian oleh pihak-pihak yang sudah tidak menjabat di bank BUMN itu, terkait dengan pengondisian EDC.