Bisnis.com, JAKARTA– Partai Gerindra menanggapi santai tudingan bahwa penunjukan Letnan Jenderal Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai dan Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak tak memenuhi prinsip meritokrasi.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Sudaryono menilai masuknya Djaka dan Bimo ke posisi strategis dalam pemerintahan bukan bentuk pelanggaran terhadap prinsip meritokrasi. Sehingga, dia menyayangkan pemahaman soal meritokrasi sering kali dipersempit menjadi sekadar soal prosedur atau formalitas teknis, padahal esensinya jauh lebih luas yakni soal kemampuan dan kinerja nyata.
“Meritokrasi itu apa sih sebenernya? Meritokrasi itu kan ibaratnya pilihan berdasarkan kemampuan. Pilihan berdasarkan kemampuan itu kan oke ada satu mekanismenya mekanisme yang umum, tapi kan di saat meritokrasi kan artinya begini, ini kan banyak kemudian semua mampu, dari yang mampu itu banyak, dari yg mampu itu kan ada yang bisa dipilih dong,” ucapnya di kompleks Istana Kepresidenan, Minggu (25/5/2025)
Sudaryono menekankan bahwa dalam setiap sistem seleksi—entah itu pemilihan umum, jabatan publik, atau posisi lainnya—akan selalu ada banyak kandidat yang kompeten, tetapi hanya satu atau beberapa yang dipilih.
Lebih lanjut, dia menyindir balik bahwa dalam politik dan jabatan publik, kritik semacam ini sering muncul karena perbedaan perspektif atau ekspektasi, bukan karena benar-benar melanggar prinsip meritokrasi.
“Jadi kalau meritokrasi secara sistem pribadinya pak Bimo dan pak Djaka, dari sisi kinerjanya bisa dilihat kemudian bahwa pilihan jatuh kepada beliau-beliau atas banyak pertimbangan dengan dipilih itu tinggal kita lihat perform enggak?” katanya.
Baca Juga
Menurutnya, cara paling adil menilai penunjukan pejabat publik adalah dengan melihat performanya ke depan, bukan dengan menghakimi lebih dulu berdasarkan latar belakang atau asumsi semata.
“Saya juga dulu banyak ditanya, ‘Mas Dar bisa apa sih? Ngapain ngurus pertanian?’ Ya saya tunjukkan lewat kerja. Saya aktif di sosial media bukan untuk gaya-gayaan, tapi karena itu salah satu cara menunjukkan ke publik bahwa saya bertanggung jawab dan bekerja,” imbuhnya.
Meski begitu, dia menegaskan bahwa publik punya hak untuk mengkritik, tetapi pejabat yang dipilih juga punya tanggung jawab untuk membuktikan diri lewat kinerja.
Menanggapi narasi yang menyebut penunjukan ini mencederai sistem, Sudaryono menyebut kritik tersebut sebagai hal yang wajar dan lumrah dalam politik, tetapi tak perlu dibesar-besarkan.
Oleh sebab itu, Sudaryono mengajak agar publik menilai siapa pun yang diangkat ke posisi publik dari apa yang mereka hasilkan, bukan semata siapa mereka atau dari mana mereka berasal.
“Saya kasih lihat ke semua orang bahwa kita perform. Itu penting. Saya kira itu jawabannya,” pungkas Sudaryono.