Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku berhati-hati dalam menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia atau BI.
Untuk diketahui, KPK telah memulai penyidikan terkait dengan dugaan korupsi di tubuh bank sentral itu sejak 2024 lalu. Namun, penyidikan yang dilakukan masih bersifat umum di mana belum ada tersangka yang ditetapkan.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengaku pihak penyidik masih berhati-hati sebelum menetapkan pihak-pihak tertentu sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
"Karena prinsip kehati-hatian yang dilakukan mulai dari proses penerimaan pengaduan, penyelidikan, bahkan sampai di tahap penyidikan di mana sudah ada upaya paksa atau pro justisia, maka KPK perlu berhati-hati dalam menetapkan seseorang untuk menjadi tersangka," ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/4/2025).
Tessa menyebut prinsip kehati-hatian itu tidak hanya diterapkan dalam proses penyidikan kasus CSR BI, namun juga pada kasus kasus lainnya. Dia menjelaskan, lembaga antirasuah sejak pertama kali berdiri di mana tidak mengenal mekanisme penghentian penyidikan atau SP3 pun menerapkan banyak lapisan dalam proses penyidikan.
"Proses penetapan tersangka itu memang memerlukan tidak hanya minimal dua alat bukti. Di KPK kita bisa empat alat bukti itu perlu ada dulu supaya apa? Agar jaksa penuntut umum termasuk struktural yakin pada saat perkara ini disajikan dan disidangkan, hakim yakin bahwa memang betul ada perbuatannya yang dilakukan oleh tersangka," terang Tessa, yang juga merupakan seorang penyidik.
Baca Juga
Meski demikian, Tessa memastikan pada waktunya lembaga antirasuah akan mengumumkan siapa saja pihak yang ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan rasuah itu.
Berdasarkan catatan Bisnis, KPK telah memeriksa puluhan saksi dalam kasus tersebut. Dua di antaranya yang kerap dipanggil adalah anggota Komisi XI DPR 2019-2024 dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan dan dari Fraksi Partai Nasdem, Satori. Rumah keduanya pun telah digeledah penyidik.
Kemudian, lembaga antirasuah juga sebelumnya telah menggeledah kantor BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2024 lalu. Salah satu ruangan di BI yang digeledah yakni kantor Gubernur BI Perry Warjiyo.
Adapun KPK menduga bahwa dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan. KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan namun tak sesuai peruntukannya.
Uang dana CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara. Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan.
Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa.
"Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan," terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu beberapa waktu lalu.