Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beda Gaya Prabowo, Anwar Ibrahim, dan Lawrence Wong Respons Tarif Trump

Berikut perbedaan gaya Presiden RI Prabowo Subianto, PM Malaysia Anwar Ibrahim, dan PM Singapura Lawrence Wong saat merespons kebijakan tarif Trump.
Akbar Evandio, Anshary Madya Sukma, Newswire
Selasa, 8 April 2025 | 07:52
Presiden Prabowo Subianto (kiri) dan Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim berdiskusi membahas isu-isu strategis di kawasan termasuk kebijakan tarif impor AS oleh Presiden AS Donald Trump, saat Prabowo menyambangi kediaman resmi PM Malaysia di Putrajaya, Malaysia, Minggu (6/4/2025), dalam rangka halalbihalal Idul Fitri 1446 Hijriah. ANTARA/HO-Kantor Perdana Menteri Malaysia
Presiden Prabowo Subianto (kiri) dan Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim berdiskusi membahas isu-isu strategis di kawasan termasuk kebijakan tarif impor AS oleh Presiden AS Donald Trump, saat Prabowo menyambangi kediaman resmi PM Malaysia di Putrajaya, Malaysia, Minggu (6/4/2025), dalam rangka halalbihalal Idul Fitri 1446 Hijriah. ANTARA/HO-Kantor Perdana Menteri Malaysia

Bisnis.com, JAKARTA - Kepala negara di berbagai belahan dunia mendadak sibuk usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor minimum dan tarif resiprokal ke negara mitra dagang. Presiden RI Prabowo Subianto, PM Malaysia Anwar Ibrahim, dan PM Singapura Lawrence Wong turut merespons tarif Trump terhadap ekonomi mereka. 

Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif impor pada mitra dagang AS di seluruh dunia. Kebijakan itu menjadi serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil.

Trump mengatakan dirinya akan menerapkan tarif minimum 10% pada semua eksportir ke AS dan mengenakan bea masuk tambahan pada sekitar 60 negara dengan ketidakseimbangan perdagangan atau defisit neraca perdagangan terbesar dengan AS.

“Selama bertahun-tahun, warga negara Amerika yang bekerja keras dipaksa untuk duduk di pinggir lapangan ketika negara-negara lain menjadi kaya dan berkuasa, sebagian besar dengan mengorbankan kita. Namun kini giliran kita untuk makmur,” kata Trump dalam sebuah acara di Rose Garden, Gedung Putih pada Rabu (2/4/2025) waktu setempat dilansir dari Bloomberg.

Berikut perbedaan gaya tiga pemimpin Asean, yaitu Presiden RI Prabowo Subianto, PM Malaysia Anwar Ibrahim, dan PM Singapura Lawrence Wong saat merespons kebijakan tarif Trump. 

1. PM Singapura Lawrence Wong 

Perdana Menteri (PM) Singapura Lawrence Wong menjadi pemimpin negara di Asia Tenggara (Asean) pertama yang merespons kebijakan tarif Trump. Respons tersebut dia sampaikan melalui video singkat berdurasi 5 menit yang disiarkan oleh beberapa media massa Singapura, seperti Channel News Asia (CNA) dan The Strait Times pada Sabtu (5/4/2025).

Memakai kemeja biru sambil duduk di ruang kerjanya, Lawrence Wong memperingatkan bahwa kebijakan tarif baru Amerika Serikat (AS) dyang ditetapkan Presiden Donald Trump menandai berakhirnya era globalisasi berbasis aturan dan dapat menjadi awal dari krisis ekonomi global baru.

Dalam pidatonya yang disampaikan melalui Youtube pribadinya seperti dikutip dari CNA, Wong menekankan bahwa dunia sedang memasuki fase yang jauh lebih proteksionis, arbitrer, dan berbahaya bagi negara kecil dengan ekonomi terbuka seperti Singapura yang sangat rentan terdampak. 

Menurutnya, kebijakan tarif timbal balik atau tarif resiprokal AS, yang diumumkan dalam pernyataan bertajuk “Liberation Day” oleh Trump, menandai perubahan besar dalam lanskap perdagangan internasional. Dalam kerangka kebijakan ini, Singapura dikenai tarif sebesar 10%.

Dia menilai bahwa meskipun tarif ini tidak setinggi yang dikenakan kepada negara lain seperti Indonesia yang mencapai 32%, PM Wong menekankan bahwa konsekuensi jangka panjang jauh lebih luas dan mengkhawatirkan.

“Era globalisasi berbasis peraturan dan perdagangan bebas sudah berakhir. AS tidak lagi sekadar melakukan reformasi terhadap sistem multilateral seperti WTO, tetapi justru meninggalkannya sepenuhnya,” ujarnya dalam tayangan video itu, Sabtu (5/4/2025)

Menurutnya, langkah AS yang memilih untuk melakukan pembalasan tarif terhadap negara demi negara merupakan penolakan langsung terhadap kerangka WTO yang selama ini menjadi dasar stabilitas perdagangan global.

Wong menegaskan bahwa meskipun dampak langsung terhadap Singapura mungkin masih terbatas, kerusakan sistemik terhadap tatanan ekonomi global bisa sangat besar.

Dia menilai bahwa jika negara-negara lain mengikuti langkah AS dan meninggalkan sistem multilateral demi kepentingan bilateral semata, negara kecil seperti Singapura berisiko terpinggirkan, dimarginalisasi, dan ditinggalkan dari pusat perdagangan internasional. 

“Kami tidak akan memimpin tindakan balasan seperti tarif retaliasi. Namun, negara-negara lain mungkin tidak akan bersikap sama. Risiko perang dagang global yang menyeluruh kini semakin nyata,” katanya. 

Dia juga mengingatkan bahwa tarif yang tinggi dan ketidakpastian kebijakan antarnegara akan melemahkan perdagangan internasional dan investasi global, serta memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia.

Menurutnya, karena ekonomi Singapura sangat bergantung pada perdagangan luar negeri, negara tersebut diperkirakan akan menerima pukulan lebih berat dibandingkan negara lain. Dalam refleksi historis yang mengkhawatirkan, PM Wong membandingkan situasi saat ini dengan era 1930-an, ketika proteksionisme global berkembang dan akhirnya memicu Perang Dunia Kedua.

“Tak ada yang bisa memastikan bagaimana situasi ini akan berkembang dalam beberapa bulan atau tahun ke depan. Namun kita harus bersikap jelas dan waspada terhadap bahaya yang sedang tumbuh di dunia,” ucapnya. 

Sebagai respons, pemerintah Singapura berkomitmen untuk memperkuat ketahanan nasional, membangun kemampuan internal, serta memperluas jaringan kerja sama dengan negara-negara berpikiran sama.

“Kami lebih siap dibandingkan banyak negara lain, tetapi kita harus tetap berhati-hati. Akan ada lebih banyak kejutan yang datang,” tegasnya.

PM Wong menutup pidatonya dengan seruan persatuan dan kewaspadaan. Dia menekankan bahwa keamanan dan stabilitas global tidak akan kembali dalam waktu dekatdan peraturan yang selama ini melindungi negara-negara kecil bisa saja lenyap.

“Kami harus bersiap secara mental. Karena jalan ke depan akan semakin sulit. Tapi jika kita tetap waspada dan bersatu, Singapura akan mampu bertahan dalam dunia yang sedang terluka ini,” pungkas Wong.

2. PM Malaysia Anwar Ibrahim 

Perdana Menteri (PM) Anwar Ibrahim optimistis bahwa Malaysia tidak akan terkena resesi ekonomi meskipun terkena kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.

Sebelumnya, Trump mengumumkan bahwa Malaysia dikenakan tarif resiprokal atau timbal balik sebesar 24% dalam kebijakan terbarunya. Tarif itu bakal berlaku pada Rabu (9/4/2025).

"Untuk saat ini, saya ingin meyakinkan Anda bahwa pemerintah tidak memperkirakan akan terjadi resesi," ujar saat berpidato yang diunggah ke akun Instagram @anwaribrahim_my, dikutip Senin (7/4/2025).

Dia mengemukakan sikap optimistisnya itu berasal dari fondasi ekonomi yang dimiliki Malaysia diklaim cukup kuat. Misalnya, dari belanja APBN, investasi domestik yang kuat, pemasukan dari pariwisata yang sehat hingga implementasi rencana strategis yang berkelanjutan.

"Tentu saja, kita akan mampu menghadapi tantangan ini dari posisi yang kuat dan siap," tambahnya.

Apalagi, menurutnya, ekosistem perdagangan di Malaysia memiliki kemitraan regional dan global yang kuat dan berkelanjutan sejak bertahun-tahun lamanya.

Misalnya, kemitraan Trans-Pacific Partnership, CAPTPP, kerja sama perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) hingga negosiasi kerja sama dagang dengan Uni Eropa.

"Kami telah mengambil langkah awal untuk mengatasi dampak tarif, termasuk pembentukan Pusat Komando Geoekonomi Nasional, yang saya pimpin. Dalam minggu mendatang, MITI akan menyerahkan studi mendalam tentang dampak tarif pada beberapa sektor ekspor ke AS," pungkasnya.

3. Presiden RI Prabowo Subianto 

Berbeda dengan PM Singapura dan PM Malaysia, Prabowo tidak langsung memberikan pernyataan resmi terkait sikap Indonesia atas kebijakan tarif Trump. Dia justru melakukan komunikasi bilateral saat mengunjungi Anwar Ibrahim di Malaysia beberapa hari setelah Hari Raya Idulfitri atau Minggu (6/4/2025) di Kuala Lumpur, Malaysia.

Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya mengatakan bahwa pertemuan kedua tokoh tersebut berlangsung dalam suasana Idulfitri, sebagai bagian dari silaturahmi dan penguatan hubungan bilateral antarnegara.

Keesokan harinya atau pada Senin (7/4/2025), Prabowo akhirnya buka suara soal kebijakakan Presiden AS Donald Trump yang menetapkan tarif impor dan "resiprokal" kepada berbagai negara, termasuk Indonesia. Uniknya, pernyataan tersebut dia sampaikan saat menghadiri acara Panen Raya Serentak di Majalengka, Jawa Barat. 

Meskipun Indonesia terdampak oleh kebijakan tarif yang dikenakan oleh Donald Trump, Prabowo mengaku pemerintahannya tetap tenang dan optimis.

"Seluruh dunia sedang digoncang oleh banyak masalah, termasuk perseteruan antara negara-negara besar. Perang dagang kita juga kena. Tapi kita tenang. Kita punya kekuatan dan kita akan berunding," ujarnya di Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Senin (7/4/2025).

Prabowo menegaskan bahwa Indonesia akan membuka perundingan dengan berbagai negara, termasuk Amerika Serikat.

Presiden Ke-8 RI itu mengatakan bahwa dirinya menyampaikan bahwa pemerintahnya ingin hubungan yang baik, adil, dan setara dengan setiao negara.

Menurutnya, Indonesia tidak merasa terancam atau khawatir, meskipun ada tantangan yang dihadapi dalam hubungan dagang internasional.

Mantan Menteri Pertahanan ini juga menekankan pentingnya prinsip resiprositas dalam hubungan internasional.

“Jadi apa yang mereka minta, kalau masuk akal, wajib kita hormati. Pemimpin-pemimpin Amerika memikirkan kepentingan rakyat Amerika, dan kita memikirkan kepentingan rakyat kita," ungkap Prabowo.

Prabowo optimis Indonesia dapat mengatasi segala tantangan dengan kekuatan dan keteguhan bangsa.

“Tidak perlu ada rasa kecewa, tidak perlu khawatir. Kita percaya dengan kekuatan kita sendiri. Kalau ada tantangan, kita hadapi dengan gagah dan tegar. Mungkin ada beberapa saat yang sulit, tapi kita yakin akan bangkit dengan lebih baik," tandas Prabowo.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper