Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rencana Serangan AS ke Yaman Bocor Lewat Grup Chat

Pejabat pemerintahan Trump tanpa sengaja membocorkan rencana serangan terhadap kelompok Houthi Yaman dalam sebuah grup chat yang ternyata diikuti oleh jurnalis.
Presiden AS Donald Trump saat konferensi pers di Gedung Putih di Washington, DC, AS, Senin, (24/2/2025). Bloomberg/Al Drago
Presiden AS Donald Trump saat konferensi pers di Gedung Putih di Washington, DC, AS, Senin, (24/2/2025). Bloomberg/Al Drago

Bisnis.com, JAKARTA – Pejabat senior pemerintahan Donald Trump tanpa sengaja membocorkan rencana serangan terhadap kelompok Houthi yang didukung Iran di Yaman, dalam sebuah grup chat yang ternyata diikuti oleh seorang jurnalis.

Melansir Reuters, Selasa (25/3/2025) insiden ini terungkap setelah laporan eksklusif media The Atlantic memicu kritik tajam dari anggota parlemen Partai Demokrat yang menilai kebocoran ini sebagai pelanggaran serius terhadap keamanan nasional.

Pemimpin Redaksi The Atlantic Jeffrey Goldberg mengungkapkan bahwa pada 13 Maret ia secara mengejutkan diundang ke grup pesan terenkripsi di aplikasi Signal bernama "Houthi PC small group."

Dalam grup tersebut, Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz menugaskan wakilnya, Alex Wong, untuk membentuk tim khusus guna mengoordinasikan serangan terhadap Houthi. Gedung Putih mengakui keberadaan grup itu dan sedang menelusuri bagaimana jurnalis bisa tergabung di dalamnya.

Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Brian Hughes mengatakan hingga saat ini, percakapan dalam grup tersebut tampaknya asli, dan pihaknya tengah melakukan investigasi mengenai penyebab nomor yang tidak seharusnya bisa masuk ke dalam grup tersebut.

Pada 15 Maret, Presiden Donald Trump menginstruksikan serangan besar-besaran terhadap Houthi sebagai respons atas serangan mereka terhadap kapal-kapal di Laut Merah. Ia juga mengultimatum Iran agar menghentikan dukungan terhadap kelompok pemberontak tersebut.

Namun, hanya beberapa jam sebelum serangan dimulai, Menteri Pertahanan Pete Hegseth membagikan rincian operasional di dalam grup Signal, termasuk target serangan, jenis senjata yang digunakan, serta urutan serangan.

Laporan The Atlantic tidak memuat detail spesifik, namun Goldberg mengecam tindakan tersebut sebagai penggunaan aplikasi pesan yang "sangat ceroboh dan berbahaya."

Anggota grup Signal ini diduga mencakup sejumlah pejabat tinggi AS, termasuk Wakil Presiden JD Vance, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Direktur CIA John Ratcliffe, Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard, Menteri Keuangan Scott Bessent, Kepala Staf Gedung Putih Susie Wiles, serta pejabat tinggi NSC lainnya. Joe Kent, yang masih menunggu konfirmasi Senat sebagai Direktur Pusat Kontraterorisme Nasional, juga diketahui tergabung dalam grup tersebut.

Trump mengaku tidak mengetahui kebocoran ini.

"Saya tidak tahu apa-apa soal itu. Saya juga bukan penggemar The Atlantic," ujarnya di Gedung Putih.

Namun, seorang pejabat kemudian mengonfirmasi bahwa penyelidikan sedang berlangsung dan Trump telah diberi tahu mengenai kejadian tersebut.

Hegseth membantah dirinya membocorkan rencana perang. "Tidak ada yang membahas rencana perang. Itu saja yang bisa saya katakan," katanya saat kunjungan resmi ke Hawaii.

The Atlantic juga melaporkan perdebatan di dalam grup terkait serangan tersebut. Salah satu percakapan menunjukkan Vance mempertanyakan apakah AS seharusnya membantu Eropa, yang lebih terdampak oleh gangguan perdagangan di Laut Merah.

"@PeteHegseth, kalau menurutmu kita harus melakukannya, ayo lakukan. Tapi saya muak terus-menerus menyelamatkan Eropa," tulis akun yang diduga milik Vance.

Hegseth merespons, "Wapres, saya sepenuhnya setuju. Ketergantungan Eropa itu MEMALUKAN."

Di sisi lain, Vance juga disebut sempat mengusulkan agar serangan ditunda sebulan, mempertimbangkan dampaknya terhadap kebijakan luar negeri Trump di Eropa serta risiko lonjakan harga minyak.

Demokrat menyerukan investigasi terhadap penggunaan Signal dalam diskusi militer rahasia. Senator Chuck Schumer menyebut ini sebagai "kebocoran intelijen militer paling mengejutkan dalam waktu yang sangat lama."

Senator Elizabeth Warren bahkan menyebut tindakan ini ilegal dan berbahaya di luar nalar.

Meskipun demikian, Gedung Putih tidak memberikan indikasi adanya perombakan staf akibat insiden ini.

"Presiden Trump tetap memiliki kepercayaan penuh terhadap tim keamanannya," ujar Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper