Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto memastikan bahwa kegiatan pembekalan atau retret kepala daerah gelombang kedua akan berlangsung usai lebaran 2025.
Retret kepala daerah ini akan diikuti oleh para kepala daerah terpilih yang lolos gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) di Mahakamah Konstitusi (MK), meskipun mereka belum dilantik.
“Iya, nanti gelombang berikutnya kita akan lakukan setelah lebaran. Lokasinya nanti masih kita pertimbangkan, bisa di Magelang, bisa di IPDN misalnya, tapi dalam skala yang tentunya lebih kecil. Tapi sudah dipastikan akan ada gelombang retret berikutnya,” katanya dikutip Selasa (11/3/2025).
Bima juga merespons polemik biaya retret yang disebut belum lunas karena baru bayar sebesar Rp2 Miliar. Dia menekankan bahwa memastikan bahwa anggaran retret sudah ada. Hanya saja, pihaknya ingin tahapannya sesuai dengan aturan.
“Uangnya tentu saja ada, anggarannya ada, dan kami susun dulu secara lengkap dulu. Jadi tidak ada persoalan terkait dengan ketersediaan anggaran, tapi tahapan-tahapannya kami harus sesuaikan dengan aturan yang berlaku,” tegasnya.
Eks Wali Kota Bogor ini menuturkan pihaknya akan melunasi biaya retreat kepala daerah dalam waktu dekat, karena inipun hanya masalah tahapan-tahapan yang harus sesuai dengan regulasi.
Baca Juga
Dilaporkan ke KPK
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan dugaan korupsi terkait dengan penyelenggaraan retret kepala daerah yang digagas oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Laporan secara resmi diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (28/2/2025).
Laporan yang disampaikan ke KPK itu berkaitan dengan sejumlah kejanggalan pada penyelenggaraan retret yang digelar di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah selama sepekan terakhir.
Salah satu anggota koalisi, akademisi Feri Amsari menyebut, kecurigaan awal adanya dugaan rasuah pada kegiatan tersebut berangkat dari ketidaksesuaian dengan Undang-Undang (UU) tentang Pemerintahan Daerah. Khususnya, terkait dengan nuansa semi militer yang diterapkan.
Di sisi lain, Feri menyoroti bahwa penyelenggaraan retret itu diduga tidak mengikuti standar tertentu pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dia menyebut adanya ketidakterbukaan pemerintah dalam penunjukkan PT Lembah Tidar Indonesia sebagai perusahaan yang menyediakan fasilitas retret itu.
"Kan biasanya pengadaan barang dan jasa itu ada standar keterbukanya, ada website-nya. Nah kita merasa janggal misalnya perusahaan PT Lembah Tidar Indonesia ini perusahaan baru. Dan dia mengorganisir program yang sangat besar. Se-Indonesia," ujar Feri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Sementara itu, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia atau PBHI menduga bahwa penyelenggaran retret itu tidak sepenuhnya dibiayai oleh APBN. Dia mengeklaim ada sebagian biaya retret yang turut dibebankan kepada APBD yakni senilai Rp6 miliar.
Staf PBHI Annisa Azzahra menyebut, adanya ketidaksesuaian antara rencana anggaran yang diajukan dan pelaksanaan di lapangan menyebabkan celah sebesar Rp6 miliar itu.
"Sehingga celah besar sekitar 6 miliar itu ternyata di cover oleh APBD. Di mana itu tidak diperbolehkan, karena itu akhirnya adalah pengalihan dana secara tidak sah. Nah, kemudian harusnya kegiatan orientasi reatret ini dibiayai secara penuh oleh APBN. Yang ternyata ternyata tidak terjadi," ujarnya.