Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kejagung Belum Temukan Motif Dirjen Anggaran Isa di Kasus Jiwasraya

Kejaksaan Agung (Kejagung) masih menemukan motif Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata di dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (10/2/2025)/Bisnis-Anshary Madya Sukma.
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (10/2/2025)/Bisnis-Anshary Madya Sukma.

Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) belum menemukan motif Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata di dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum alias Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan pihaknya masih melakukan pendalaman. Pendalaman itu dilakukan untuk membuat terang keterlibatan Isa di kasus megakorupsi tersebut.

"Itulah bagian yang harus didalami, apakah karena sesuatu, dan lain-lain. Tetapi secara hukum tindakan itu merupakan perbuatan melawan hukum," ujar Harli saat dihubungi, Selasa (11/2/2025).

Dia menambahkan bahwa pihaknya tidak terlalu mempersoalkan terkait dengan ada atau tidaknya keuntungan yang diterima oleh Isa.

Pasalnya, berdasarkan aturan yang ada, tindak pidana korupsi atau Tipikor tidak hanya menjerat yang menerima keuntungan, namun juga menindak individu yang menguntungkan orang lain atau korporasi.

"Apakah hal itu mendapatkan keuntungan baginya sesuai Pasal 2 atau 3 UU Tipikor tidak mempersoalkannya sebab dalam unsurnya bisa juga karena menguntungkan orang lain atau korporasi," pungkasnya.

Sebagai informasi, Kejagung menduga Isa selaku mantan kepala Bapepam-LK memberikan persetujuan kepada Jiwasraya untuk memasarkan produk asuransi JS Saving Plan. Padahal, Isa diduga mengetahui kala itu Jiwasraya tengah mengalami insolvensi atau kondisi perusahaan tidak sehat. 

Sebagian dana premi sebesar total Rp47,8 triliun yang diterima Jiwasraya selama 2014-2017 itu lalu diinvestasikan ke reksadana dan saham oleh tiga petinggi Jiwasraya, yang kini sudah berstatus terpidana. Investasi itu menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp16,8 triliun berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper