Bisnis.com, JAKARTA --- Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran mantan Kepala Biro Perasuransian pada Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Isa Rachmatarwata, yang kini menjabat Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pada kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Untuk diketahui, Isa kini resmi ditahan oleh penyidik Jampidsus Kejagung untuk 20 hari pertama sejak 7 Februari 2025. Dia menjalani masa tahanan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar memaparkan, Isa ditetapkan tersangka pada pengembangan kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan investasi Jiwasraya pada beberapa perusahaan selama periode 2008-2018. Kasus itu dikenal merugikan keuangan negara hingga Rp16,8 triliun.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah diperoleh selama penyidikan, tim penyidik telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan satu orang tersangka yaitu tersangka IR selaku kepala biro perasuransian pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) periode tahun 2006 s.d. 2012," ujar Qohar pada konferensi pers, Jumat (7/2/2025).
Isa dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo. pasal 18 Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Qohar menjelaskan, menteri BUMN pada Maret 2009 sebelumnya menyatakan bahwa Jiwasraya menghadapi kondisi insolvensi atau kategori tidak sehat. Per 31 Desember 2008, perusahaan asuransi pelat merah itu mengalami kekurangan penghitungan dan pencadangan kewajiban perusahaan kepada pemegang polis sebesar Rp5,7 triliun.
Baca Juga
Kondisi tersebut disebabkan oleh kerugian pada tahun-tahun sebelum 2008 dari sederet bisnis produksi asuransi Jiwasraya yakni adanya ketimpangan asset dan liability sebesar minus Rp5,7 triliun.
Menteri BUMN, selaku perpanjangan tangan negara sebagai pemegang saham perusahan pelat merah, lalu mengusulkan upaya penyehatan Jiwasraya ke menteri keuangan. Caranya, dengan penyertaan modal sebesar Rp6 triliun dalam bentuk zero coupon bond dan kas untuk mencapai tingkat solvabilitas.
Usulan penyehatan itu tidak disetujui karena risk based capital atau RBC Jiwasraya sudah mencapai minus 580% atau bangkrut.
Untuk mengatasi kondisi keuangan perseroan pada awal 2009, para petinggi Jiwasraya pun membahas rencana restrukturisasi bisnis asuransi perseroan. Petinggi Jiwasraya dimaksud adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Investasi Syahmirwan. Kini ketiganya sudah berstatus terpidana.
Ketiganya lalu membuat produk JS Saving Plan untuk menutupi kerugian Jiwasraya. Produk itu mengandung unsur investasi dengan bunga tinggi yakni 9-13%, di kala suku bunga rata-rata dari Bank Indonesia (BI) hanya 7,50-8,75%.
Pembuatan produk itu, jelas Qohar, mendapatkan persetujuan dari kepala Bapepam-LK saat itu yakni tidak lain adalah Isa Rachmatarwata. Jabatannya saat itu memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap suatu produk asuransi yang ingin dipasarkan.
Padahal, pasal 6 Keputusan Kementerian Keuangan (KMK) No.422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sebelumnya sudah mengatur bahwa perusahaan perasuransian tidak boleh memasarkan produk baru dalam keadaan insolvensi.
Meski demikian, produk JS Saving Plan tetap disetujui oleh Isa setelah melakukan beberapa pertemuan dengan Hendrisman, Hary, dan Syahmirwan di Kantor Bapepam-LK.
Isa lalu disebut menerbitkan dua surat yang berisi Jiwasraya bisa memasarkan produk JS Saving Plan, yaitu Surat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Nomor: S.10214/BL/2009 tanggal 23 November 2009 tentang Pencatatan Produk Asuransi Baru Super Jiwasraya Plan.
Kemudian, Surat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Nomor: S.1684/MK/10/2009 tanggal 23 November 2009 tentang Pencatatan Perjanjian Kerjasama Pemasaran Produk Super Jiwasraya dengan PT ANZ Panin Bank.
"Padahal tersangka IR tahu kondisi PT AJS [Asuransi Jiwasraya] saat itu dalam keadaan insolvensi," jelas Qohar.
Adapun, pemasaran produk JS Saving Plan dengan struktur bunga dan benefit tinggi kepada pemegang polis membebani keuangan perusahaan karena tidak dapat diimbangi dengan hasil investasi.
Berdasarkan data general ledger premi Jiwasraya, dana yang diterima melalui JS Saving Plan selama 2014-2017 mencapai Rp47,8 triliun. Beberapa dari dana premi yang diterima melalui JS Saving Plan itu lalu diinvestasikan oleh Hendrisman, Hary dan Syahmirwan ke dalam reksadana dan saham tanpa disertai prinsip good corporate governance (GCG) dan manajemen risiko investasi.
Kejagung menyebut adanya transaksi tidak wajar terhadap beberapa saham antara lain milik PT Inti Agri Resources Tbk. (IIKP), PT SMR Utama Tbk. (SMRU), PT Trada Alam Minera Tbk. (TRAM), PT Eureka Prima Jakarta Tbk. (LCGP), PT Hanson International Tbk. (MYRX), PT Semen Baturaja Tbk. (SMBR), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk. (BJBR), PT PP Properti Tbk. (PPRO) serta beberapa saham lainnya yang dilakukan baik secara langsung maupun melalui manajer invesasti.
"Sehingga transaksi tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan nilai portofolio aset investasi saham dan reksadana sehingga PT AJS mengalami kerugian," jelas Qohar.
Kerugian keuangan negara pada kasus Jiwasraya yang sudah diusut sejak sekitar 5 tahun yang lalu berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) No.06/LHP/XXI/03/2020. Audit tersebut menemukan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp16,8 triliun pada pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya periode 2008-2018.
Isa bukan satu-satunya pihak yang sudah dibawa ke proses hukum atas kasus megakorupsi Jiwasraya.
Selain Hendrisman, Hary dan Syahmirwan, Korps Adhyaksa sebelumnya telah menetapkan mantan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk. Heru Hidayat, mantan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto serta mantan Direktur PT Hanson Internasional Tbk. Benny Tjokrosaputro sebagai tersangka. Keenam orang tersebut juga sudah berstatus terpidana usai sejumlah upaya banding, kasasi maupun peninjauan kembali (PK).
Kemudian, pada perjalanannya Kejagung turut menetapkan mantan Direktur Utama PT Himalaya Energi Perkasa Tbk. (HADE) Piter Rasima serta mantan pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi. Namun, Fakhir diketahui bebas pada tingkat kasasi di Mahkamah Aguung (MA).