Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan penghapusan ambang batas presiden presiden-wakil presiden memiliki sisi positif dan negatif.
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan sisi positifnya adalah putusan itu sudah sejalan dengan UUD 1945 yang menyatakan pencalonan pimpinan negara tidak memiliki batasan.
"Berdasarkan pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, putusan ini sudah sangat sesuai karena memang tidak ada ambang batas pencalonan Presiden di UUD," ujarnya saat dihubungi, Kamis (2/1/2024).
Dia mengatakan setelah ambang batas pencalonan kepala negara dihapuskan maka persaingan calon presiden maupun wakil presiden akan semakin sehat.
Pasalnya, partai politik bakal mencari sosok yang paling cocok untuk menjadi orang nomor satu di Tanah Air.
"Partai-partai akan berupaya mencari figur paling mumpuni, preferensinya disukai oleh publik untuk jadi calon Presiden," tambahnya.
Baca Juga
Tentunya, kata Feri, calon presiden nantinya harus benar-benar dapat dipercaya dan memiliki rekam jejak yang positif.
Di lain sisi, penghapusan ambang batas ini juga bisa berpotensi menciptakan atau melanggengkan dinasti politik berkuasa.
"Nah, sayangnya di sisi yang lain tentu saja ini akan membuka kesempatan bagi dinasti untuk berkuasa sekaligus untuk dibuktikan bahwa apakah politik kecurangan akan terus dominan melawan politik figur yang disukai oleh publik?" tutur Feri.
Namun demikian, dia menekankan bahwa putusan ini merupakan angin baru bagi demokrasi atau pemilihan umum di Indonesia.
"Oleh karena itu putusan MK ini tentu menjadi pintu yang sangat baik bagi demokrasi konstitusional kita di masa depan. Namun, dia mengingatkan publik harus sadar bahwa untuk menjaganya butuh partisipasi publik bersama," pungkas Feri.
Sebelumnya, MK menyatakan bahwa ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20% inkonstitusional. Putusan itu terkait dengan perkara No.62/PUU-XXII/2024.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025).
MK juga menyatakan dalam putusannya bahwa pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 alias inkonstitusional.