Bisnis.com, JAKARTA - Masa depan politik Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dipenuhi ketidakpastian dan keraguan setelah keputusan mengejutkannya yang mengumumkan kondisi darurat militer pada Selasa (3/12/2024) larut malam.
Mengutip Reuters pada Rabu (4/12/2024), keputusan Yoon memicu pertikaian dengan lawan-lawannya di dalam negeri, media, dan bahkan partai konservatif pendukungnya.
Adapun, Yoon telah berjanji untuk mencabut perintah itu hanya beberapa jam kemudian setelah parlemen, termasuk beberapa anggota partainya sendiri, memberikan suara untuk memblokir langkah tersebut.
Langkah Yoon diambil saat Korea Selatan mencoba memperkuat posisinya sebelum pelantikan Presiden terpilih AS Donald Trump pada 20 Januari, yang berselisih dengan pendahulu Yoon mengenai perdagangan dan pembayaran untuk pasukan AS yang ditempatkan di Korea Selatan.
Mason Richey, seorang profesor di Hankuk University of Foreign Studies mengatakan, bagi seorang presiden yang sangat berfokus pada reputasi internasional Korea Selatan, hal ini membuat Korea Selatan tampak sangat tidak stabil.
"Hal ini akan berdampak negatif pada pasar keuangan dan mata uang serta posisi diplomatik Korea Selatan di dunia," ujar Richey.
Seorang diplomat Barat, yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas politik sensitif, mengatakan deklarasi darurat militer akan mempersulit pembicaraan tentang Korea Selatan yang ingin bergabung dengan lebih banyak upaya diplomatik multinasional.
Demonstran berkumpul di depan parlemen Majelis Nasional Korea Selatan pada Rabu (4/12/2024), menolak pemberlakuan darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol. / Reuters-Kim Soo-hyeon
Jenny Town dari lembaga pemikir Stimson Center yang berbasis di AS mengatakan langkah itu tampak putus asa dan berbahaya dan dapat menjadi awal dari berakhirnya masa jabatan presiden Yoon.
"Dia memang sudah tidak populer, tetapi ini mungkin hanya menjadi jalan terakhir untuk memajukan proses pemakzulan," katanya.
Didesak Mundur
Sementara itu, oposisi utama Yoon di Parlemen Korea Selatan, Partai Demokrat (DP), telah menuntut Yoon untuk segera mengundurkan diri karena pernyataan mendadaknya tentang darurat militer.
Mengutip Kantor Berita Yonhap, selama pertemuan darurat para anggota parlemennya di Majelis Nasional, DP mengumumkan bahwa mereka akan segera memulai proses pemakzulan Yoon kecuali jika dia mengundurkan diri atas kemauannya sendiri.
"Pernyataan darurat militer Yoon merupakan pelanggaran yang jelas terhadap Konstitusi," kata DP dalam resolusinya, menekankan bahwa Yoon gagal mematuhi salah satu persyaratan untuk menyatakan darurat militer.
"Ini adalah tindakan pemberontakan yang serius dan alasan yang tepat untuk pemakzulan," katanya.
Baca Juga : Partai Oposisi Korea Selatan Serukan Pemakzulan Presiden Yoon, Imbas Pemberlakuan Darurat Militer |
---|
Yoon menang tipis dalam pemilihan presiden terketat dalam sejarah Korea Selatan pada 2022, di tengah gelombang ketidakpuasan atas kebijakan ekonomi, skandal, dan perang gender, yang membentuk kembali masa depan politik ekonomi terbesar keempat di Asia tersebut.
Dia diterima oleh para pemimpin di Barat sebagai mitra dalam upaya yang dipimpin AS untuk menyatukan demokrasi melawan otoritarianisme yang berkembang di China, Rusia, dan tempat lain.
Namun, di tengah upayanya menjalankan kebijakan luar negeri tentang nilai-nilai demokrasi bersama, Yoon menuai tuduhan yang semakin meningkat tentang kepemimpinan yang otoriter di dalam negeri dan kekhawatiran akan tindakan keras yang lebih keras telah muncul selama beberapa waktu.
Selama sidang konfirmasinya sebagai menteri pertahanan pada bulan September, Kim Yong-hyun, yang saat itu menjabat sebagai kepala keamanan Presiden Yoon, membantah pernyataan anggota parlemen oposisi bahwa pengangkatannya merupakan bagian dari persiapan untuk mengumumkan darurat militer. Juru bicara Yoon tidak menanggapi panggilan telepon berulang kali.