Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD merespon soal pernyataan Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan bahwa tragedi 1998 bukan pelanggaran HAM berat.
Mahfud mengatakan bahwa menurut tata hukum di Indonesia, pelanggaran HAM berat sudah diatur dalam undang-undang, TAP MPR, dan lainnya, yang kemudian dituangkan dalam undang-undang tentang pelanggaran HAM, seperti UU No. 26 Tahun 2000.
Dia mengatakan bahwa kriteria pelanggaran HAM berat mencakup banyak hal, termasuk genosida, kejahatan perang, dan berbagai ukuran lainnya yang diatur dalam undang-undang tersebut.
“Nah yang terpenting tidak bisa seorang menteri mengatakan sesuatu itu bukan pelanggaran HAM berat, gak bisa, yang boleh mengatakan itu adalah Komnas HAM,” tutur Mahfud dalam podcast yang diunggah di akun YouTubenya, dikutip pada Rabu (23/10/2024).
Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan bahwa Komnas HAM memiliki otoritas yang jelas berdasarkan undang-undang untuk menentukan apakah suatu peristiwa merupakan pelanggaran HAM berat.
“Komnas HAM yang diberi kewenangan oleh undang-undang dan komnas HAM sudah menyatakan itu,” tuturnya.
Baca Juga
Sebagai salah satu contoh, Mahfud juga menyoroti peristiwa lain seperti insiden KM 50.
Diungkapkan bahwa dia tidak pernah menyatakan bahwa insiden tersebut merupakan pelanggaran HAM. Hal ini karena Komnas HAM tidak menyebutkan demikian.
Diberitakan sebelumnya, Yusril sempat mengklarifikasi soal pernyataan bahwa Tragedi 1998 bukanlah peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
Hal itu disampaikan Yusril usai pelantikan menteri Kabinet Merah Putih di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2024).
Yusril mengaku apa yang ia sampaikan kemarin adalah karena pertanyaan yang diberikan tidak terlalu jelas. Sebab, Yusril menilai pelanggaran HAM berat yang dimaksud meliputi genosida (genocide) serta pembersihan etnis (ethnic cleansing). "Kalau dua poin itu yang ditanyakan, memang tidak terjadi pada waktu 1998," ujar Yusril Ihza Mahendra kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/10/2024).
Yusril menegaskan bahwa dirinya paham apa yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Dia mengenang kejadian saat mengajukan Undang-undang (UU) Pengadilan HAM ke DPR.
Pria yang pernah menjadi menteri untuk empat presiden yang berbeda itu mengungkapkan pihaknya akan melihat kembali rekomendasi Komnas HAM termasuk rekomendasi tim yang dibentuk pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Saya akan komunikasikan nanti dan koordinasikan dengan Pak Natalius Pigai [Menteri HAM] untuk menelaah dan mempelajari berbagai rekomendasi tentang pelanggaran-pelanggaran HAM berat di masa lalu, dan bagaimana sikap pemerintah kita ke depan," paparnya.