Bisnis.com, JAKARTA -- Peperangan Israel dan Palestina sudah genap satu tahun sejak Kelompok Hamas melakukan serangan mendadak pada Jumat, 7 Oktober 2023.
Dilansir dari Reuters pada Senin (7/10/2024), serangan yang dilakukan oleh Hamas atau gerakan nasionalisme dari Palestina itu setidaknya telah menewaskan lebih dari 1.200 orang dan sekitar 240 orang warga Israel lainnya dijadikan sandera.
Tak tinggal diam, Israel kemudian membombardir wilayah Palestina sebagai respons dari serangan tersebut. Misalnya, saat terjadi ledakan di Baptis al-Ahli al-Arabi di Kota Gaza yang dituding berasal dari serangan udara Israel pasa (17/10/2024).
Namun, Israel mengatakan ledakan tersebut disebabkan oleh peluncuran roket Palestina yang gagal. Atas kejadian ini, Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan 471 orang tewas.
Selanjutnya, serangan udara Israel menghantam kamp pengungsi Jabalia yang padat penduduk hingga menewaskan komandan Hamas di Gaza pada (31/10/2024). Petugas kesehatan Palestina mengatakan serangan itu menewaskan sekitar 50 orang dan melukai 150 orang.
Israel terus melakukan serangan brutal di Gaza sejak serangan awal Oktober lalu, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Baca Juga
Hampir 41.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas dan lebih dari 95.000 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Gencatan Senjata Alot
Sekitar Maret 2024, Israel-Hamas membahas soal perundingan gencatan senjata. Setidaknya ada Mesir, Amerika dan Qatar terlibat dalam upaya menghentikan perang sementara itu.
Pembicaraan selama berbulan-bulan telah membahas masalah yang sama, dengan Israel mengatakan perang hanya bisa berakhir dengan kehancuran Hamas sebagai kekuatan militer dan politik.
Sementara itu, Hamas mengatakan mereka hanya akan menerima gencatan senjata permanen, bukan sementara seperti permintaan Israel.
Di antara periode perundingan itu, akhirnya Militer Israel dan kelompok militan Palestina, Hamas, telah menyetujui gencatan senjata selama tiga hari di Gaza pada akhir Agustus 2024.
Kesepakatan itu dilakukan agar 640.000 anak dapat melakukan vaksin polio. Sebelumnya, WHO mengkonfirmasi pada 23 Agustus bahwa satu bayi telah lumpuh karena virus polio tipe 2. Kasus ini disebut merupakan kasus pertama di Gaza dalam 25 tahun.
Adapun, hingga kini perbincangan gencatan senjata permanen masih berlangsung. Pada intinya, pihak Israel menginginkan kelompok Hamas agar tidak beroperasi lagi.
Misalnya, dengan meminta perbatasan antara Gaza selatan dan Mesir tidak akan pernah digunakan sebagai jalur kehidupan bagi Hamas.
“Sampai hal itu terjadi, kami akan mencapainya,” kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikutip dari Reuters pada Kamis (5/9/2024).
Di sisi lain, Hamas menyatakan siap untuk melakukan gencatan senjata apabila Israel menyetujui proposal yang diajukan oleh Presiden AS, Joe Biden.
Proposal itu memuat tiga fase untuk mengakhiri permusuhan di Gaza dan menjamin pembebasan sandera yang ditahan di wilayah pesisir tersebut. Rencana tersebut mencakup gencatan senjata, pertukaran sandera-tahanan dan rekonstruksi Gaza.
Konflik Israel vs Palestina Meluas
Belakangan, kondisi timur tengah semakin memanas usai Israel membunuh pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah pada Jumat (27/9/2024). Setelah kematian Nasrallah, Hizbullah meluncurkan serangan roket baru ke Israel.
Tak tinggal diam, Israel juga gencar melakukan serangan di Lebanon timur, selatan, dan Beirut pada Senin (30/9/2024). Iran juga kemudian menembakkan salvo rudal balistik ke Israel pada hari Selasa (1/10/2024).
Aksi serang tersebut terus berlangsung hingga serangan Israel ke gudang-gudang Pangkalan Udara Khmeimim Rusia pada Kamis (3/10/2024).
Pada Minggu (6/10/2024), serangan udara Israel di kawasan Lebanon Utara menewaskan pemimpin Hamas, bersama istri dan dua putrinya.
Komandan Saeed Attalah Ali dan keluarganya telah meninggal dunia dalam pengeboman terhadap rumahnya di kamp Beddawi, di dekat kota Tripoli di Utara. Ali telah diidentifikasi sebagai pemimpin sayap bersenjata Hamas, Brigade Qassam.
Pertempuran antara Hizbullah dengan Israel ini, merupakan babak terbaru dari peperangan sejak dilancarkannya serangan Hamas kepada Israel pada 7 Oktober 2023.
Meningkatnya frekuensi serangan Israel terhadap milisi Hizbullah di Lebanon dan milisi Houthi di Yaman telah memicu kekhawatiran bahwa ketegangan di Timur Tengah meluas hingga melibatkan Amerika Serikat.
Terkait dengan hal ini, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mencatatkan ada 116 WNI yang lebih memilih menetap di Lebanon. Ratusan WNI itu tersebar di sejumlah kota mulai dari Beirut 83 orang; Baabda empat orang; Bekaa lima orang.
Selanjutnya, Byblos tiga orang; Tripoli tiga belas orang; Akkar empat orang; Tyre tiga orang; dan Saida satu orang. Terdapat beberapa alasan yang membuat ratusan WNI itu memilih menetap di Lebanon meski ada ketegangan situasi geopolitik di Timur Tengah.
Meskipun begitu, Kemlu juga telah berhasil melakukan evakuasi terhadap 65 WNI yang berada di Lebanon. Proses evakuasi itu dilakukan melalui lima gelombang mulai dari 10 Agustus hingga 3 Oktober 2024.