Bisnis.com, JAKARTA -- Aksi 'saling jegal' di internal partai politik menjadi pemandangan lazim setiap transisi politik dari rezim lama ke rezim pemerintahan yang baru. Pada era transisi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), misalnya, terjadi dualisme di tubuh sejumlah partai politik.
Peristiwa politik yang paling keras tentu terjadi ketika kubu Agung Laksono berencana untuk mengambilalih kepemimpinan Partai Golkar dari tangan Aburizal Bakrie atau ketika kubu Romahurmuziy mencoba mengakhiri dominasi Suryadarma Ali yang berujung pecahnya PPP menjadi dua kubu.
Konflik di internal PPP bahkan berlangsung cukup lama. Setelah Suryadarma Ali dipenjara karena kasus korupsi, dua kader PPP yakni Romahurmuziy dan Djan Faridz saling berebut untuk menguasai partai berlambang kakbah tersebut. Romahurmuziy kemudian menang dan kepengurusannya memperoleh legalitas dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia alias Kemenkumham.
Tren suksesi partai politik di era transisi itu sejatinya juga berulang saat ini. Era pemerintahan Jokowi segera berakhir kurang lebih sebulan lagi. Pada tanggal 20 Oktober 2024 nanti, Prabowo akan menggantikan Jokowi. Prabowo akan menjadi pemimpin tertinggi di semua rumpun kekuasaan eksekutif, termasuk dua lembaga strategis yakni TNI dan Polri.
Menariknya, transisi politik dari Jokowi ke Prabowo juga tidak berlangsung mulus. Ada gonjang-ganjing politik. Salah satunya adalah perubahan lanskap politik di internal partai politik. Golkar, misalnya, tiba-tiba terjadi suksesi dari Airlangga Hartarto ke Bahlil Lahadalia. Bahlil adalah orang dekat Jokowi. Sedangkan Airlangga ditengarai tersandera oleh sejumlah kasus hukum.
Menariknya, tidak ada perlawanan di internal Golkar saat itu. Bahlil terpilih secara aklamasi.
Baca Juga
Selain Golkar, ada juga PKB yang sedang terlibat konflik dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. PBNU merasa berhak terhadap PKB. Konflik antara PKB yang dipimpin oleh Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dengan PBNU yang di belakangnya ada Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya dan Saifullah Yusuf alias Gus Ipul bahkan merembet hingga aksi balas pembentukan panitia khusus alias pansus. Pansus Haji diinisiasi oleh Cak Imin dan Pansus PKB merupakan gagasan dari PBNU.
Adapun, PKB Cak Imin telah menyelenggarakan Muktamar di Bali. Hasil Muktamar Bali kembali mengamanahkan jabatan Ketua Umum kepada Muhaimin Iskandar. Tentu saja, keputusan itu langsung ditolak oleh kubu PBNU. Menteri Agama yang merupakan adik dari Gus Yahya, Yaqut Cholil Qoumas, sangat yakin bahwa banyak pihak yang tidak puas dengan hasil Muktamar Bali.
Yaqut bahkan sempat menyinggung tentang kemungkinan muktamar tandingan dan perebutan surat keputusan di tangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sekadar catatan Menkumham saat ini telah dijabat oleh politikus Gerindra, Supratman Andi Agtas. Dia menggantikan posisi politikus PDIP, Yasonna Laoly.
"Kita hargai saja persepsi dari teman-teman yang punya agenda melakukan muktamar yang berbeda dengan muktamar di Bali. Jadi nanti kan tinggal nanti pengesahan di Kemenkumham," ujar Yaqut.
Selain konflik dua partai tersebut, kepengurusan DPP PDIP untuk perpanjangan masa bakti 2024 hingga 2025 digugat di PTUN. Kepengurusan DPP PDIP itu sejak awal memperoleh sorotan karena memasukan beberapa tokoh yang kerap melontarkan kritik secara tajam kepada pemerintahan Jokowi.
Jokowi adalah bekas kader PDIP. Namun hubungan antara keduanya terus merenggang karena manuver politik keluarga Jokowi pada Pilpres 2024 lalu. Hubungan PDIP dan Jokowi kian panas menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah alias Pilkada. Ada dugaan bahwa berbagai kisruh politik itu erat kaitannya dengan presiden Jokowi.
Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus mengatakan bahwa pihaknya menganggap gugatan itu sebagai sebuah langkah politik yang keterlaluan, bukan upaya hukum murni.
"Tidak ada kerugian apapun, baik moril maupun materil bagi penggugat. Gugatan ini lebih kelihatan sebagai upaya 'penyerangan' terhadap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)," ujarnya melalui keterangan tertulis, dikutip Rabu (11/9/2024).
Namun demikian, kabar itu segera dibantah. Soal cawe-cawe kepengurusan PDIP, misalnya, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana memastikan bahwa Jokowi tidak pernah "cawe-cawe" pada perpanjangan masa bakti sejumlah pengurus PDIP.
"Terkait dengan narasi yang diangkat dan dikembangkan oleh sebuah media yang menyebutkan Presiden cawe-cawe pada perpanjangan masa bakti pengurus PDIP, cerita yang diangkat oleh media tersebut sama sekali tidak benar," ujar Ari belum lama ini.