Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Unit Produksi wilayah Bitung PT Timah, Ali Syamsuri menyinggung nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS).
Ali dihadirkan sebagai saksi kasus korupsi timah untuk sejumlah terdakwa mulai dari Helena Lim selaku Manager PT Quantum Skyline Exchange, eks Dirut Timah Rizah Pahlevi, eks Direktur Keuangan Timah Emil Ermindra dan MB Gunawan selaku Dirut PT Stanindo Inti Perkasa.
Dalam sidang yang berlangsung di PN Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat pada Rabu (11/9/2024) itu, Ali mengatakan Jokowi yang melakukan kunjungan kerja ke Bangka Belitung sempat meminta kepada PT Timah untuk mengakomodir penambang ilegal.
Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) mengonfirmasi kepada Ali soal kabar perusahaan pemilik izin usaha jasa pertambangan (IUJP) yang bertindak sebagai pengepul bijih timah dari penambang ilegal.
Kemudian, Ali mengaku bahwa pihaknya tidak pernah mendengar informasi itu. Namun, dia mengetahui apabila soal masyarakat di sekitar yang menambang timah tanpa izin di IUP PT Timah. Masyarakat itu kemudian akan dibina jika masih menambang di IUP PT Timah.
Tidak puas dengan jawaban Ali, jaksa kembali mendalami soal praktik pengumpulan bijih timah dari penambang Ilegal.
Baca Juga
"Artinya kan, yang tadi tambang-tambang ilegal itu, berarti menggunakan perusahaan pemilik IUP itu ketika menjual biji timahnya ke [PT Timah]. Itu saudara tidak praktik seperti itu terhadap mitra-mitra seperti itu ya?" tanya Jaksa.
"Tidak semua, karena kita waktu itu kan diperintahkan waktu apa ya, ada kunjungan Presiden RI ke bangka Belitung, Yang Mulia. Terus banyak yang mengeluhkan masalah tambang ilegal dan statemen beliau adalah 'ya itu semua masyarakat saya, minta tolong bagaimana caranya yang ilegal ini menjadi legal', jadi ya itulah waktu itu bagaimana masyarakat yang ada di sekitar-sekitar tambang yang ada IUP SPK [surat perintah kerja] kita itu yang dibina biar mereka tidak dikejar-kejar oleh aparat, itu Yang Mulia," jawab Ali.
Sebagai informasi, jaksa sebelumnya telah mendakwa Helena dengan bersama terdakwa lainnya telah merugikan keuangan negara Rp300 triliun. Jumlah itu berdasarkan hasil laporan audit penghitungan kerugian keuangan negara dengan nomor registrasi PE.04.03/S-522/D5/03/2024.
Atas perbuatannya itu, Helena Lim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 serta Pasal 4 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 56 KUHP.