Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku bahwa pemerintah tak dapat berbuat banyak untuk menekan emisi karbon apabila tak ada urunan tangan dari investor untuk masuk ke Indonesia.
Menurutnya selama ini pemerintah memiliki sejumlah komitmen untuk mencapai emisi net zero atau net zero emissions agar Tanah Air dapat terus berkontribusi bagi dunia secara menyeluruh.
Hal ini disampaikannya saat memberikan pidato dalam Opening Ceremony Indonesia International Sustainability Forum (IISF) di Plenary Hall Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Kamis (5/9/2024).
“Indonesia memiliki potensi energi yang melimpah mencapai lebih dari 3.600 Gigawatt. kami juga memiliki PLTS Apung, Pembangkit Listrik Tenaga Surya Agung di Waduk Cirata (Jawa Barat), dengan kapasitas 192 Megawatt peak (MWp), terbesar di Asia Tenggara, dan terbesar ketiga di dunia,” ujarnya dalam forum itu.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa Indonesia juga memiliki potensi besar dalam penyerapan karbon. Salah satunya melalui hutan mangrove yang diklaimnya Indonesia memiliki hutan terbesar di dunia seluas 3,3 juta hektare (Ha).
Menurutnya, keandalan dari hutan mangrove tersebut mampu menyerap karbon 8 sampai 12 kali lebih baik dibandingkan hutan hujan tropis.
Baca Juga
Bahkan, dalam dukungan Negara terhadap lingkungan, kata Jokowi, Indonesia juga memiliki Kawasan Industri Hijau seluas 13.000 hektare.
Namun, dia mengatakan bahwa segala potensi yang ada tidak akan memberi dampak signifikan bagi percepatan penanganan dampak perubahan iklim, selama negara maju tidak berani berinvestasi.
“Selama negara maju tidak berani berinvestasi, selama riset dan teknologi tidak dibuka secara luas, dan selama pendanaan tidak diberikan dalam skema yang meringankan negara berkembang. Tiga hal itu penting menjadi catatan kita semuanya,” imbuhnya.
Presiden Ke-7 Ri itu mengatakan bahwa Indonesia sangat terbuka bermitra dengan siapapun untuk memaksimalkan potensi bagi dunia yang lebih hijau dan memberikan akses energi hijau yang berkeadilan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
“Karena kolaborasi bukan pilihan, kemanusiaan bukan opsi melainkan sebuah keharusan dan kewajiban,” pungkas Jokowi.