Bisnis.com, JAKARTA -- Sejumlah elemen akan menggelar demonstrasi menentang aksi sewenang-wenang Badan Legislasi alias Baleg yang mengamputasi putusan Mahkamah Konstitusi tentang persyaratan peserta Pilkada 2024.
Pagi ini, misalnya, para guru besar dan tokoh publik akan bergerak melakukan perlawanan dengan mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi. Mereka merasa bahwa dalam tiga hari ini tensi politik Indonesia sangat memprihatinkan dan telah terjadi tragedi konstitusional sesungguhnya sedang terjadi.
"Putusan MK vs Revisi UU oleh DPR telah menjadi problem konstitusional yang serius. Ada semacam pembegalan terhadap demokrasi dan pelanggaran terhadap konstitusi. Demokrasi Indonesia telah bangkrut," demikian tulis undangan yang diterima, Kamis (22/8/2024).
Adapun guru besar dan tokoh yang akan melakukan gerakan antara lain
Saiful Mujani, Goenawan Muhammad,
Valina Singka Subekti, Abraham Samad,
Bivitri Susanti, Usman Hamid, Jimmy Radjah, Ubedilah Badrun, Ray Rangkuti,
A.Wakil Kamal, Nong Darul Mahmada,
Alif Iman, Antonius Danar, Danardono Siradjudin, Fauzan L, Kusfiardi.
Mereka akan berkumpul di Taman Pandang Istana, 22 Agustus 2024, pukul 09.45 WIB dengan berpakaian serta hitam.
Sementara itu, Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI) menentang keras adanya praktik pembegalan demokrasi yang secara nyata-nyata dipertontonkan secara luas beberapa hari lalu.
Baca Juga
Menurutnya, pertunjukan akrobat dalam proses revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang secara spontan bisa disepakati hanya dalam hitungan jam pasca diputuskannya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.60/PUU-XXII/2024, merupakan fenomena nyata bagaimana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah mencederai sistem hukum nasional.
Menurut mereka, alih-alih mematuhi Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024, tidak lama berselang DPR dan Pemerintah melakukan pembahasan revisi UU Pilkada yang justru malah mengesampingkan isi dari Putusan MK dimaksud.
"Praktik ini merupakan ancaman serius terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum bagi Indonesia. Tindakan DPR dan Pemerintah yang mengesampingkan Putusan MK ini merupakan tindakan pembangkangan konstitusi."