Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Peluang Bahlil hingga Jejak Suara Golkar dari Masa ke Masa

Seolah dejavu, ontran-ontran internal Golkar kembali terulang di era transisi Jokowi ke Prabowo Subianto.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan sambutan saat acara serah terima jabatan di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (19/8/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan sambutan saat acara serah terima jabatan di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (19/8/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA -- Partai Golkar adalah salah satu partai yang paling sering dilanda konflik internal saat transisi pemerintahan. Konflik paling banyak diingat tentu dualisme Golkar pada awal kekuasaan presiden Joko Widodo (Jokowi). Pada waktu itu, Aburizal Bakrie dan Agung Laksono berebut posisi untuk menjadi 'penguasa' partai beringin.

Seolah dejavu, ontran-ontran internal Golkar kembali terulang di era transisi Jokowi ke Prabowo Subianto. Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar yang sudah berkuasa sejak 2017 lalu, tumbang. Ia mengundurkan diri. Konon, pengunduran diri Airlangga, dilakukan untuk menjaga soliditas partai Golkar.

Namun demikian, banyak pihak menduga bahwa ada kekuatan besar di balik mundurnya Airlangga sebagai Ketua Umum Golkar. Manuver Golkar di Pilkada 2024 hingga perkara hukum di Kejaksaan Agung, dianggap sebagai pemicu pengunduran diri Airlangga. Tentu saja, kabar itu segera dibantah oleh elite-elite partai beringin. 

"Tidak lah [terkait kasus CPO], saya kira gini, apa namanya, saya juga baru tau ya, ternyata pengunduran dirinya itu tadi malam," ujar Wakil Ketua Umun Golkar Ahmad Doli Kurnia Tanjung, belum lama ini.

Menariknya, di tengah kabar pengunduran diri Airlangga yang mendadak, nama Menteri Invetasi yang kini telah dilantik sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, disebut sebagai kandidat kuat calon Ketua Umum Partai Golkar. 

Adapun kalau dirunut ke belakang, munculnya nama Bahlil, sejatinya bukan sebuah kabar yang mengejutkan. Pada Juli 2023 lalu, pria yang selalu mengaku sebagai mantan sopir angkot itu pernah mengungkapkan sejumlah pimpinan media. Dalam kesempatan tersebut, Bahlil mengungkapkan kegundahannya tentang kondisi Golkar di bawah menteri Airlangga.

Waktu itu Bahlil gerah karena elektabilitas Golkar tak mampu bersaing dengan PDI Perjuangan (PDIP) dan Gerindra. Survei Indikator Politik pada waktu itu memaparkan bahwa elektabilitas Golkar di angka 9 persen atau anjlok dibandingkan perolehan Pemilu 2019 lalu. Sedangkan hasil polling Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencatatkan angka yang lebih buruk, elektabilitas Golkar hanya 6 persen.

Padahal, sejak kemunculannya dalam kancah politik nasional, Golkar belum pernah sekalipun memperoleh suara di bawah 10 persen.

Pada masa Orde Baru, misalnya, Golkar selalu menjadi golongan penguasa. Sedangkan era reformasi, perolehan suara Golkar paling rendah adalah 12 persen yakni pada Pemilu 2019.

"Sebagai kader Golkar ketika melihat partainya dalam kondisi yang membutuhkan uluran tangan kader yang merasa bertanggung jawab saya yakin punya perasannya. Tapi melalui mekanisme yang jelas sesuai dengan organisasi," ujar Bahlil dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin media di kediamannya, Jakarta Selatan, Sabtu (22/7/2023).

Selang setahun kemudian, terutama pasca Airlangga mundur, nama Bahlil kembali muncul sebagai kandidat ketua umum Golkar. Ada yang menyebut bahwa kemunculan Bahlil dalam bursa calon ketua umum Golkar tidak terlepas dari cawe-cawe Presiden Jokowi. Bahlil tentu saja langsung membantah kabar tersebut.

"Nanti kan Munasnya itu akan dilakukan tanggal 20, pendaftarannya itu yang saya dapat laporan bahwa akan dilakukan di tanggal 19. Jadi mungkin nanti setelah pendaftaran baru kita bisa tahu bagaimana mekanismenya," ujarnya kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024). 

Kabar tentang Bahlil kandidat kuat Ketua Umum Golkar dibenarkan oleh Ketua DPP Golkar Nusron Wahid. Nusron mengonfirmasi bahwa Bahlil akan dipilih secara aklamasi. "Sejauh ini iya, iya itu," ujarnya di Gedung DPR.

Anggota DPR itu lalu membantah bahwa hal tersebut merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

"Enggak ada arahan pak presiden," tegasnya.

Catatan Suara Golkar 

Adapun sejak kemunculannya, Golkar selalu dekat dengan kekuasaan. Golkar labir dari inisiasi Sukarno dan sejumlah tokoh lainnya. Pada masa Orde Baru, Golkar menjadi golongan yang menguasai hampir semua pemilihan umum. 

Data KPU dan Badan Pusat Statistik mencatat bahwa Pemilu 1971 menjadi debut pertama Golkar dalam pesta demokrasi. Saat itu Golkar mampu meraup suara 34,3 juta atau 62,8 persen. Golkar sukses mengalahkan NU, PNI dan Parmusi. 

Golkar kembali memenangkan Pemilu 1977 dengan perolehan suara sebanyak 39,7 juta atau 62,1 persen. Unggul jauh dibandingkan dengan PPP yang hanya 29,9 persen dan PDI yang tercatat sebanyak 8,6 persen.

Pada dekade 1980-an, Golkar masih belum terkalahkan. Pada Pemilu 1982 suara golongan berlambang beringin tersebut justru naik cukup signifikan. Golkar mampu meraup 48,3 juta suara atau 64,3 persen. Partai lain seperti PPP dan PDI suaranya turun menjadi 27,7 persen dan 7,8 persen.

Golkar juga semakin tak terkejar pada Pemilu 1987. Pasalnya pada waktu mereka mampu memperoleh suara sebanyak 62,7 juta atau 73,1 persen suara. PPP suaranya tergerus parah hingga tersisa 15,97 persen. Sedangkan PDI memperoleh limpahan suara karena kemunculan Megawati Soekarnoputri. Suara PDI pada Pemilu 1987 mencapai 10,87 persen.

Sementara itu, dekade 1990-an menjadi titik nadir dalam sejarah Golkar. Gerakan demokratisasi yang menyebar ke seluruh pelosok tanah air telah menggerus suara partai penguasa ini. Hal itu terbukti dalam pelaksanaan Pemilu 1992. Suara Golkar turun menjadi 68,05 persen atau 66,29 juta. Suara PPP dan PDI merangkak naik menjadi masing-masing 17 persen dan 14,8 persen. 

Golkar mampu comeback pada Pemilu 1997. Namun peningkatan suara Golkar itu terjadi pasca proses represi terhadap PDI pro Mega. Pada Pemilu 1997, Golkar mampu menguasai 84,1 juta atau 74,5 persen, PPP naik menjadi 22,4 persen. Sedangkan PDI hanya tersisa 3 persen suara. Soeharto kembali terpilih sebagai presiden.

Namun demikian, usia kemenangan Golkar dan Soeharto pada Pemilu 1997 tidak mampu bertahan lama. Gerakan demokratisasi terus berlangsung. Demonstrasi semakin intens. Hasilnya pada Mei 1998 Soeharto berhenti sebagai presiden dan Golkar sebagai golongan penguasa pada waktu itu memperoleh sentimen negatif.

Golkar di era Reformasi 

Menariknya meski terkena sentimen negatif, Golkar masih bisa meraup suara yang signifikan pada Pemilu 1999 dengan peserta pemilu sebanyak 48 partai. Golkar yang telah resmi menjadi partai politik tampil sebagai runner up dengan perolehan suara sebanyak 23,6 juta atau 22,4 persen. 

Nomor satu adalah PDI Perjuangan dengan perolehan suara sebanyak 33,75 persen. PKB sebagai representasi NU 12,6 persen.

Pada Pemilu 2004 capaian Golkar sangat mengejutkan. Hanya berselang 5 tahun pasca tumbangnya Orde Baru, partai ini mampu tampil sebagai pemenang pemilu. Golkar berhasil meraup suara sebanyak 24,4 juta atau 21,5 persen. PDIP yang sebelumnya menjadi pemenang pemilu suaranya turun. Mereka hanya memproleh suara sebanyak 18,53 persen suara.

Namun demikian, pada Pemilu 2009 Golkar kembali ke posisi kedua dengan perolehan suara 15 juta atau 14,4 persen. Pemenang pemilu adalah Partai Demokrat dengan suara sebanyak 20,8 persen. PDIP di peringkat ketiga dengan suara sebanyak 14,5 juta atau 14 persen.

Pemilu 2014 suara Golkar tak banyak berubah. Partai ini tetap berada di peringkat kedua dengan perolehan suara sebanyak 18,4 juta atau 14,75 persen. Sedangkan pada Pemilu 2019 posisi Golkar turun ke peringkat 3 dengan capaian suara 17,2 juta atau 12,1 persen. 

Adapun Pemilu 2024, Golkar yang masih di awah pimpinan Airlangga Hartarto, berhasil menjadi runner up. Perolehan suara Golkar di luar ekspektasi tukang hitung lembaga survei. Golkar memperoleh sebanyak 15,28% atau 23,2 juta suara. Angka ini jauh melampaui hasil Pileg 2019.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper