Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tambal Sulam APBN Pertama Prabowo-Gibran

Pemerintahan Prabowo-Gibran harus menerima warisan APBN tambal sulam dari pendahulunya, Joko Widodo - Ma'ruf Amin.
Presiden Joko Widodo (kanan) bersama dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024). Bisnis
Presiden Joko Widodo (kanan) bersama dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024). Bisnis

Wanti-wanti Banggar

Di sisi lain, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengingatkan presiden terpilih periode 2024—2029, Prabowo Subianto, agar tidak menghamburkan anggaran ke kebijakan atau program-program yang tak terlalu penting pada tahun depan.

Dia menjelaskan bahwa, anggaran pemerintahan Prabowo terbatas dalam APBN 2025. Apalagi, pemerintah mematok defisit sebesar 2,53% atau setara Rp616,2 triliun dari PDB dalam Rancangan APBN (RAPBN) 2025 atau tahun pertama pemerintahan Prabowo.

"Hendaknya pemerintah lebih fokus pada program-program yang lebih urgen, di tengah kondisi fiskal yang terbatas," jelasnya dalam keterangannya, Jumat (16/8/2024).

Said juga menyarankan sejumlah, kebijakan strategis yang perlu ditopang oleh kebijakan fiskal tahun depan. Pertama, program kemandirian pangan. Dia mengingatkan, dari 2014—2023 jumlah kumulatif impor beras nasional mencapai 8,95 juta ton beras. Nilai impor beras juga mencapai US$1,95 miliar selama 2019—2023.

Oleh sebab itu, Said merasa perlu adanya program yang mendorong agar pangan tidak bertumpu pada beras. Menurutnya, banyak pangan pendamping beras yang bisa dikembangkan seperti umbi-umbian, sagu, dan sorgum.

"Program teknologi pangan harus mendorong tumbuhnya industrial farming, optimalisasi lahan tidak produktif, serta meningkatkan hasil laut sebagai kekayaan pangan masa depan yang lebih sehat," katanya.

Kedua, program kemandirian energi. Said mencatat impor minyak mentah mencapai US$69,3 miliar rentang 2015—2023, sementara ekspor hanya US$30,1 miliar sehingga defisit US $39,2 miliar. Tak hanya itu, sambungnya, impor LPG juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, dia ingin adanya transformasi energi dari minyak bumi dan LPG menjadi listrik.

"Bauran kebijakan energi baru dan terbarukan ke depan harus lebih progresif. Pada tahun 2015 bauran energi terbarukan masih 4,9%, di tahun 2022 bauran energi terbarukan mencapai 12,3%, meskipun tumbuh baik, namun butuh lompatan yang lebih besar [hingga 30%]," katanya.

Ketiga, peningkatan sumber daya manusia (SDM). Said mengungkapkan 54,6% tenaga kerja lulusan SMP ke bawah dan indeks pembangunan manusia Indonesia peringkat ke-6 di Asean. Dia ingin ada kebijakan afirmasi untuk memperbaiki kualitas SDM. Dia ingin indeks pembangunan manusia Indonesia bisa melampaui Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

Keempat, infrastruktur. Said menyebutkan kebijakan fiskal ke depan harus mendorong penguatan program infrastruktur yang menopang tiga program sebelumnya. "Dengan demikian belanja infrastruktur bisa lebih fokus, apalagi kita tidak memiliki ruang fiskal yang longgar karena tergerus berbagai kewajiban, subsidi, dan kewajiban pembayaran bunga dan pokok utang," tutupnya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper