Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hilirisasi Jadi Biang Kerok Polusi, Jokowi Minta Perusahaan Tambang Jaga Lingkungan

Presiden Jokowi mengamini bahwa hilirisasi turut menjadi momok bagi peningkatan polusi udara di Indonesia yang perlu diantisipasi oleh semua pihak.
Presiden Jokowi Resmikan Pabrik Bahan Anoda Baterai Litium PT Indonesia BTR New Energy Material yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah, Rabu (07/08/2024). Foto: BPMI Setpres/ Muhclis Jr.
Presiden Jokowi Resmikan Pabrik Bahan Anoda Baterai Litium PT Indonesia BTR New Energy Material yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah, Rabu (07/08/2024). Foto: BPMI Setpres/ Muhclis Jr.

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengamini bahwa hilirisasi turut menjadi momok bagi peningkatan polusi udara di Indonesia yang perlu diantisipasi oleh semua pihak, termasuk perusahaan tambang.

Menurutnya, saat ini pemerintah terus mendorong agar pemerintah dan pelaku usaha untuk terus memperhatikan pemulihan lingkungan dari setiap dampak yang dihasilkan kegiatan-kegiatan industri.

Hal ini disampaikannya usai membuka agenda penyerahan SK TORA dan Peninjauan Expo Festival LIKE 2, Hall A, Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jumat (9/8/2024).

“Jadi saya sering sampaikan semua pertambangan harus punya nursery, pemulihan lingkungan, rehabilitasi hutan harus menjadi concern dari kementerian kehutanan, selalu saya sampaikan,” tuturnya kepada wartawan.

Lebih lanjut, orang nomor satu di Indonesia itu mengaku turut mengapresiasi dan menghargai kepedulian kelompok masyarakat terhadap hal yang berkaitan dengan lingkungan.

Penyebabnya, dia menekankan bahwa dengan menjaga lingkungan, maka Indonesia dapat mengatasi dampak perubahan iklim. Kendati demikian, Kepala Negara mengimbau bahwa hal itu tidak bisa dikerjakan oleh pemerintah secara mandiri.

“Tak bisa pemerintah sendiri oleh satu negara, semua negara harus melakukan. Karena memang semuanya butuh gerakan dari masyarakat dan pemerintah bersama sama, sehingga kita bisa wujudkan bumi yang berkelanjutan,” imbuhnya.

Dia melanjutkan bahwa apabila lingkungan tidak bisa terjaga, maka dampak yang yang paling berpengaruh adalah terhadap kualitas hidup, baik berupa munculnya beragam penyakit, krisis, tantangan kekeringan, hingga tekanan terhadap pangan.

“Dan sektor yang paling banyak menekan adalah sektor energi, pertambangan, yang gede-gede ada di situ. Dan dimulai dari sektor kehutanan dan energi itu memberikan, kalau keliru mengelola maka akan memberikan kerugian kepada kita,” pungkas Jokowi.

Perusahaan pemantau kualitas udara IQAir memperkirakan total kerugian ekonomi tahunan dari dampak kesehatan akibat polusi udara yang berkaitan dengan hilirisasi nikel mencapai US$5,69 miliar atau setara Rp88,2 triliun pada 2060.

Tidak hanya itu, riset dari Centre for Research on Energy and Clean Air (Crea) bertajuk Debunking the Value-added Myth in Nickel Downstream Industry pun menunjukkan bahwa total kerugian ekonomi tahunan akibat polusi udara yang terkait dengan emisi pengolahan logam dan pembangkit listrik diperkirakan mencapai US$2,63 miliar atau Rp40,7 triliun pada 2025.

Laporan tersebut menuliskan bahwa tanpa intervensi yang berarti, beban perekonomian akan terus meningkat hingga mencapai US$3,42 miliar atau Rp53 triliun pada 2030 dan US$5,69 miliar atau Rp88,2 triliun pada 2060.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa kebijakan menekan polusi udara tepat apabila mengutamakan transportasi massal dan penggunaan kendaraan listrik.

Namun demikian, dia menilai bahwa polusi yang disebabkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) juga perlu diperhatikan, sebab tak hanya sektor transportasi, tetapi polusi udara yang dihasilkan oleh PLTU memberikan beban bagi ekonomi maupun kesehatan yang cukup besar.

Misalnya, Bhima mencontohkan bahwa penghitungan beban ekonomi akibat PLTU Cirebon Unit 1 mencapai Rp4,57 triliun, sedangkan PLTU Pelabuhan Ratu Rp4,35 triliun, kemudian PLTU Banten Suralaya Unit 1-4 USD mencapai Rp4,22 triliun per tahunnya. 

"Jika ditotal kerugian ekonomi nya Rp13,12 triliun. Masalah polusi udara efeknya nanti ke beban klaim BPJS Kesehatan terutama penyakit yang terkait ISPA, kemudian terganggunya produktivitas pekerja yang mempengaruhi penerimaan pajak sampai kerugian dari investasi teknologi untuk memperpanjang usia PLTU," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (12/7/2024). 

Oleh sebab itu, Bhima meyakini pemerintah memang perlu mengurai satu per satu masalah dari sisi industri, lalu PLN perlu mempercepat upaya dekarbonisasi.

Salah satunya mempercepat penutupan PLTU batubara dan butuh dana besar yang bisa dikerjasamakan antara pemerintah dan swasta. Selain itu praktik pembakaran dan pengolahan limbah industri harus diawasi secara ketat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Editor : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper