Bisnis.com, JAKARTA — Fatwa hukum Mahkamah Internasional (ICJ) dinilai dapat menjadi referensi bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara lain untuk menentukan sikap kepada Israel.
Hal itu ditegaskan Direktur Jenderal (Dirjen) Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI L. Amrih Jinangkung. Menurutnya, fatwa hukum ICJ memang tidak mengikat, tetapi bisa menjadi rujukan bagi PBB dan berbagai negara dalam bersikap, termasuk kepada Israel.
Dia menjelaskan bahwa Fatwa Hukum yang ICJ keluarkan mengenai kependudukan ilegal Israel di Palestina itu, merupakan advisory opinion atau nasihat hukum atas permintaan Majelis Umum PBB.
"Sebenarnya nasihat hukum ini diminta oleh Majelis Umum kepada Mahkamah, kemudian Mahkamah mengabulkan permintaan nasihat hukum itu dengan memberikan advisory opinion kepada Majelis Umum PBB," katanya, saat ditanyai awak media, di Kemlu RI, pada Senin (22/7/2024).
Lantaran fatwa hukum ICJ itu tidak mengikat, jelas Amrih, maka proses selanjutnya akan diserahkan kepada Majelis Umum PBB.
Menurutnya, advisory opinion dari ICJ tersebut akan menjadi prinsip pengarah atau guiding principles bagi Majelis Umum PBB untuk membahas dan mendiskusikan isu Palestina.
Baca Juga
"Jadi meskipun ini advisory, tetapi ada makna, ada magnitude dari keputusan advisory ini yang tentunya akan menjadi referensi, menjadi bahan tidak hanya bagi Majelis Umum tapi juga bagi semua negara," tambahnya.
Sementara itu, dia menegaskan bahwa Indonesia akan berkoordinasi dengan PBB dan negara-negara yang sehaluan untuk memastikan fatwa hukum ICJ tersebut bisa terealisasikan.
"Indonesia akan mengajak masyarakat internasional untuk secara bersama-sama memikirkan bagaimana tidak lanjut dari fatwa hukum ini," ucapnya.
Seperti diketahui, Mahkamah Internasional (ICJ) telah menetapkan advisory opinion atau fatwa hukum mengenai pendudukan Israel di Palestina adalah ilegal, pada 19 Juli 2024 lalu.