Bisnis.com, JAKARTA — Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyatakan niatnya untuk bergabung dengan blok ekonomi BRICS bersama Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Melansir dari Bloomberg, Sabtu (22/6/2024), Malaysia menilai langkah ini menjadi salah satu akses kepada pembiayaan serta menyediakan tempat politik yang independen dari pengaruh Amerika Serikat (AS).
Bagi negara-negara yang ingin mengurangi risiko-risiko ekonomi dari persaingan AS-China yang semakin ketat, bergabung dengan BRICS adalah sebuah usaha untuk meredakan ketegangan-ketegangan tersebut.
Di Asia Tenggara, banyak negara yang secara ekonomi bergantung pada perdagangan dengan Cina dan juga secara bersamaan menyambut baik kehadiran keamanan dan investasi yang disediakan Amerika Serikat.
Namun demikian, keanggotaan BRICS juga merupakan sebuah cara untuk menandakan meningkatnya rasa frustrasi terhadap tatanan internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan lembaga-lembaga kunci yang tetap berada dalam kendali kekuatan-kekuatan Barat, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Mantan Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengungkapkan bahwa Malaysia perlu mencari solusi untuk arsitektur keuangan dan ekonomi internasional yang tidak adil.
Baca Juga
"Jadi BRICS mungkin akan menjadi salah satu cara untuk menyeimbangkan beberapa hal," tuturnya, dilansir dari Bloomberg, Sabtu (22/6/2024).
Di sisi lain, Thailand pada bulan lalu juga mengumumkan keinginannya untuk bergabung dengan BRICS.
Menteri Luar Negeri Thailand Maris Sangiampongsa menyebutkan bahwa blok ini mewakili kerangka kerja sama antara negara-negara selatan yang sudah lama diinginkan Thailand untuk menjadi bagiannya.
Xi Jinping dan Vladimir Putin pun tersenyum lebar karena semakin banyak pemimpin di Asea yang ingin bergabung dengan China-Rusia Cs.
Ramai-Ramai Melepas Diri dari AS
Setelah ekspansi tahun ini, BRICS berencana mengundang negara-negara non-anggota untuk mengambil bagian dalam pertemuan puncak berikutnya di kota Kazan, Rusia pada bulan Oktober.
Menjadi tuan rumah acara tersebut memberikan Moskow kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka tidak sepenuhnya terisolasi oleh penolakan Barat terhadap perang di Ukraina.
"Bukan rahasia lagi bahwa Washington tidak menyukai BRICS, khususnya dengan keanggotaan Iran dan Rusia," kata Scot Marciel, mantan duta besar AS untuk Indonesia, Myanmar dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.
Pada saat yang sama, semakin besar pertumbuhan blok tersebut, semakin kecil kemungkinannya untuk menemukan konsensus mengenai isu-isu utama, katanya.
"Menurut saya, Washington mungkin tidak menyambut baik langkah Thailand dan Malaysia untuk bergabung, namun menurut saya hal ini tidak akan menimbulkan dampak buruk yang besar," lanjut Marciel.
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri mengatakan AS menyadari ketertarikan Malaysia, Thailand dan Vietnam terhadap BRICS, dan menambahkan bahwa blok multilateral harus memajukan prinsip-prinsip Piagam PBB seperti penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial.
Faktanya, potensi manfaat bergabung dengan BRICS lebih dari sekadar geopolitik.