Bisnis.com, JAKARTA – Malaysia dikabarkan siap bergabung dengan BRICS menjelang kunjungan Perdana Menteri (PM) China Li Qiang ke negara tersebut dalam waktu dekat.
Langkah berbeda ditempuh Jakarta, kendati telah mendapat tawaran menjadi anggota kerja sama BRICS, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berupaya keras untuk menjadi anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Adapun BRICS saat ini menjadi kekuatan alternatif yang mampu bersaing dengan negara-negara Barat. Salah satu terobosan BRICS antara lain, mempromosikan menentang dominasi dolar di dalam perdagangan global.
Dilansir Reuters pada Selasa (18/6/2024), hal tersebut terkuak dalam wawancara PM Malaysia Anwar Ibrahim dengan media asal China, Guancha.
“Kami sudah mengambil keputusan dan akan segera menindaklanjuti prosedur formalnya. Kami tinggal menunggu hasil akhirnya dari Afrika Selatan,” kata Anwar dalam video wawancara yang diunggah pada Minggu (16/6/2024) lalu.
Namun, tidak ada perincian lebih lanjut mengenai proses bergabungnya Malaysia ke dalam kelompok negara tersebut.
Baca Juga
Meskipun demikian, perwakilan dari kantor PM Malaysia telah mengonfirmasi pernyataan Anwar itu kepada Reuters pada hari ini.
Pernyataan tersebut disampaikan menjelang kunjungan PM China Li Qiang ke Malaysia pada pekan ini. Kunjungan itu merupakan bagian dari perayaan 50 tahun hubungan diplomatik antara kedua negara.
Malaysia dan China diperkirakan akan menandatangani beberapa kesepakatan selama kunjungan itu, di antaranya memperbarui perjanjian kerja sama perdagangan dan ekonomi yang berdurasi lima tahun.
Adapun, BRICS merupakan kelompok negara yang mulanya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Sejak tahun lalu, BRICS mulai memperluas keanggotaannya sebagai upaya arus balik dari dominasi ekonomi Barat.
Negara-negara seperti Arab Saudi, Iran, Ethiopia, Mesir, Argentina, hingga Uni Emirat Arab telah bergabung dengan BRICS, selagi lebih dari 40 negara lain menyatakan minatnya untuk menyusul.
Indonesia Pilih OECD
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan bahwa Indonesia terus berkomitmen menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam waktu 3 tahun mendatang.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai mendampingi Kepala Negara menerima Sekjen OECD Mathias Cormann di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (28/5/2024).
Airlangga mengaku bahwa upaya bergabung dengan OECD menyandang peranan penting dalam mendorong transformasi ekonomi menuju tercapainya Visi Indonesia Emas 2045
Dia mengatakan upaya penguatan kerja sama internasional yang dilakukan Pemerintah melalui penyampaian intensi untuk bergabung dalam keanggotaan OECD kian menunjukkan kepastian dengan berbagai tahapan yang berlangsung dengan optimal.
“Ini merupakan pertemuan kedua antara Presiden Joko Widodo dan Sekjen Cormann terkait dengan Proses Aksesi Indonesia," ujar Ketua Pelaksana Tim Nasional Persiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia dalam OECD (Tim Nasional OECD) dalam sesi konferensi pers di Istana Bogor, Selasa (28/5/2024).
Airlangga memaparkan pertemuan pertama antara Jokowi dan Sekjen OECD berlangsung pada Agustus 2023. Adapun, tujuan dari pertemuan ini adalah untuk memberikan informasi terkini mengenai proses aksesi dan langkah-langkah yang perlu diambil oleh pemerintah.
Lebih lanjut, Airlangga menyebutkan bahwa dalam pertemuan tersebut disampaikan bahwa Indonesia terus berkomitmen menjadi anggota OECD dalam waktu 3 tahun.
Untuk merealisasi visi tersebut, pemerintah akan membentuk Project Management Office (PMO) untuk mendukung Tim Nasional, serta akan terus mendorong aksesi OECD agar terintegrasi dengan RPJPN dan RPJMN.
Menko Airlangga juga menyebutkan bahwa terdapat sejumlah pembelajaran dari beberapa negara anggota baru OECD yang mampu mencapai kinerja ekonomi lebih baik.
"Mulai dari Kosta Rika yang mampu menurunkan defisit anggarannya menjadi 5% dari PDB pada 2021, Kolombia yang mengurangi suap asing dengan menerapkan Konvensi Anti-Suap OECD, serta Lituania dan Chili yang mampu menyelesaikan masa aksesi dalam kurun waktu 3 tahun.
Terkait dengan proses aksesi saat ini, Indonesia juga mendapatkan dukungan teknis dan non-teknis dari sejumlah negara sahabat anggota OECD.
Komitmen dukungan berupa capacity building, pendanaan, hingga komunikasi diberikan oleh Australia, Belanda, dan berbagai negara lainnya. Selain itu, Jepang secara spesifik juga memberikan bantuan teknis melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).
Setelah tahapan adopsi peta jalan OECD lalu, Airlangga mengatakan langkah selanjutnya yang akan diambil Pemerintah yakni proses self-assesment, serta akan dilakukan penyusunan memorandum awal yang rencananya diselesaikan dalam waktu 250 hari ke depan.
“OECD juga akan membantu terkait pengembangan ekosistem semikonduktor dan mereka juga akan belajar bagaimana ASEAN telah menjalankan proses roadmap digital, Digital Economy Framework Agreement (DEFA) dan itu juga menjadi proses pembelajaran di OECD,” ujar Airlangga.
Sekjen Cormannn juga diagendakan akan kembali mengunjungi Indonesia untuk meluncurkan Survei Ekonomi Indonesia pada akhir 2024.
Survei tersebut menjadi salah satu bentuk dukungan OECD bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan iklim investasi dan menjadi negara yang setara dengan negara anggota OECD saat ini dalam pengembangan regulasi, sehingga investor diharapkan akan terus melakukan investasi di Indonesia.