Bisnis.com, JAKARTA — Pendidikan wajib hingga tingkat SMA/SMK dinilai tidak cukup untuk dapat bersaing secara global.
Hal itu ditegaskan Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus dalam merespons pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie yang mengklasifikasi perguruan tinggi sebagai kebutuhan tersier, sehingga hanya merupakan pilihan.
Guspardi menegaskan bahwa pendidikan tinggi penting dalam upaya menyambut Indonesia Emas 2045 untuk menuju bangsa yang cerdas.
"Anak bangsa Indonesia harus bisa mendapatkan layanan pendidikan perguruan tinggi secara luas dan merata," kata Guspardi, seperti dilansir Antara, Senin (21/5/2024).
Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengaku prihatin dengan pernyataan Sesditjen Kemendikbudristek. Pasalnya, jelas dia, pernyataan tersebut akan melukai perasaan anak bangsa dan mereduksi keinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
“Apalagi, pernyataan tersebut dilontarkan untuk menanggapi protes mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi yang mengeluhkan kenaikan biaya uang kuliah tunggal [UKT] dan Iuran Pengembangan Institusi [IPI] yang naik secara drastis dan tiba-tiba," tuturnya.
Baca Juga
Menurut dia, selaku wakil pemerintah yang mengemban tugas sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek maka semestinya harus mendorong bagaimana agar anak bangsa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
"Ini malah melontarkan pernyataan diskriminatif seolah pendidikan tinggi itu hanya diperuntukkan bagi kaum yang kaya saja," ujarnya.
Dia menilai bahwa sudah menjadi tugas pemerintah untuk memenuhi hak pendidikan seluruh warga negara Indonesia karena pendidikan adalah menyangkut hajat hidup orang banyak, serta kebutuhan seluruh warga negara yang harus dipenuhi.
"Bukankah pembukaan UUD 1945 alinea 4 secara jelas menyatakan bahwa salah satu tujuan utama berdirinya NKRI ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," ucapnya.
Untuk itu, dia meminta agar pernyataan soal pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier harus dicabut oleh yang bersangkutan, karena berpotensi menegaskan anggapan publik bahwa perguruan tinggi hanya untuk kalangan yang mampu saja.
Dia mengingatkan pula agar pejabat publik yang menangani persoalan perguruan tinggi tidak sembrono mengeluarkan pernyataan yang akan mengundang protes dan menimbulkan polemik.
"Jangan pula timbul persepsi bahwa Kemendikbudristek seolah lepas tangan dari ketidakmampuannya dalam tata kelola dan sistem pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa secara berkeadilan," kata anggota Badan Legislasi DPR RI tersebut.