Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Soroti Respons Pemerintah soal Kenaikan UKT: Mindset Neoliberalisme

Respons Kemendikbud-Ristek bahwa kenaikan UKT terjadi lantaran perguruan tinggi bukanlah pendidikan wajib disoroti pengamat pendidikan.
Ilustrasi - Perkuliahan
Ilustrasi - Perkuliahan

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji sangat menyayangkan tanggapan Kemendikbud-Ristek, yang menyatakan bahwa kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) disebabkan karena perguruan tinggi bukanlah pendidikan wajib belajar.

Menurutnya, respons tersebut menunjukkan bahwa Kemendikbud-Ristek seolah lepas tangan dari ketidakmampuannya mengelola sistem pendidikan di Tanah Air.

“Berulang kali saya mengingatkan bahwa pemerintah memiliki kewajiban konstitusional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi walaupun pendidikan tinggi bukan bagian dari wajib belajar, tetapi tidak tepat jika pemerintah punya pemikiran untuk berdagang layanan pendidikan dengan rakyatnya sendiri. Harus kita evaluasi anggaran Rp665 triliun setiap tahun itu hasilnya apa," katanya, saat ditanyai Bisnis, Senin (20/5/2024). 

Menurutnya, ada dua masalah utama biaya kuliah di Indonesia mahal. Yang pertama, mindset pembuat kebijakan mengelola pendidikan dengan mekanisme pasar, alias neoliberalisme. 

"Amerika yang negara kapitalis saja tidak mengelola pendidikan dengan mekanisme pasar, negara benar-benar hadir untuk memastikan warga negaranya mendapatkan akses pendidikan seluas mungkin untuk dapat membangun bangsa," ujarnya. 

Lalu, yang kedua, dia menjelaskan sama seperti tertera dalam pasal 31 ayat 5 UUD 1945 yakni, pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Dia menegaskan bahwa pemerintah seharusnya menjadikan perguruan tinggi sebagai pusat riset. Ini yang membuat biaya kuliah di negara lain menjadi terjangkau, karena 70% anggaran perguruan tinggi asalnya dari dana riset, yang 30% baru dari mahasiswa. 

"Di Jerman bahkan bisa biaya kuliah gratis. Disini justru dengan dorongan menjadikan PTN berstatus PTNBH [PTN Badan Hukum], mereka semua diharapkan berbisnis dan cari profit setinggi-tingginya sehingga subsidi pemerintah berkurang. Ini yang saya sebut Neoliberalisme Pendidikan," tegasnya. 

Dia mengatakan bahwa sekarang ini kuliah mahal dan bahkan UKT naik ini semakin tidak terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah. 

"Sedih juga punya pejabat yang tidak sadar kalau kebijakannya itu melanggar HAM, karena di artikel 26 deklarasi Hak Asasi Manusia dikatakan bahwa pendidikan tinggi harus terbuka aksesnya berdasarkan meritokrasi, artinya berdasarkan prestasi, kinerja, dan bukan karena uang,” ujarnya. 

Lebih lanjut, dia menjelaskan fakta bahwa pendapatan perkapita masyarakat Indonesia itu hanya Rp75 juta per tahun, akan sangat kesulitan untuk membayar Iuran Pengembangan Institusi (IPI) atau uang pangkal yang diatas Rp75 juta belum lagi ditambah UKT yang di atas Rp20 juta per semester.

"Pemerintah boleh berdalih bahwa ada KIP Kuliah untuk masyarakat miskin, yang jadi masalah adalah masyarakat berpenghasilan menengah yang tidak mungkin bisa membayar biaya kuliah anak-anaknya," ucapnya. 

Kemudian, dia mengatakan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi dan menata ulang sistem pendidikan nasional yang faktanya jauh dari amanat UUD 1945.

Dia mengatakan bahwa Indonesia akan segera mendapatkan pimpinan nasional baru dan juga para wakil rakyat yang baru. Menurutnya, berbagai pihak perlu mendorong agar segera dilakukan revisi UU Sistem Pendidikan Nasional yang diawali dengan penyusunan Cetak Biru Pendidikan Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Erta Darwati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper