Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peluang Rekonsiliasi Prabowo-Mega Kian Terbuka, Bagaimana dengan Jokowi?

Sinyal pertemuan antara Prabowo dengan Megawati kian terbukti, lain halnya dengan Jokowi
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo bertemu empat mata selama dua jam di Batu Tulis, Bogor Jawa Barat, Sabtu (8/10/2022)./Istimewa
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo bertemu empat mata selama dua jam di Batu Tulis, Bogor Jawa Barat, Sabtu (8/10/2022)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Prabowo Subianto telah melakukan konsolidasi politik jauh-jauh hari sebelum putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ia ingin merangkul semua kubu politik, tak terkecuali bekas kompetitornya dalam kontestasi pemilihan presiden alias Pilpres 2024. 

Cara yang dilakukan Prabowo itu sekilas mirip dengan langkah politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) pasca Pilpres 2019. Jokowi merangkul bekas lawan-lawan politiknya mulai dari Gerindra, PAN, termasuk Demokrat yang bergabung di injury time dan hanya menyisakan satu partai di luar pemerintahan yakni PKS.

Adapun salah satu pihak yang santer akan dirangkul oleh Prabowo adalah PDI Perjuangan alias PDIP. PDIP adalah partai pengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang resmi kalah usai putusan MK kemarin.  

Meski kalah Pilpres, PDIP adalah pemenang pemilihan legislatif pada Pemilu 2024. Jika mengacu kepada mekanisme yang berlaku di Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), pemenang pileg akan memegang kekuasaan di rumpun legislatif alias DPR. Itu artinya, besar kemungkinan PDIP akan tetap menguasai kursi pimpinan parlemen.

Rumor kubu Prabowo mendekati PDIP ditandai dengan rencana pertemuan antara Prabowo dengan Megawati Soekarnoputri. Partai Gerindra bahkan telah memberi kode bahwa pertemuan antara Prabowo dengan Megawati Soekarnoputri akan terjadi usai putusan MK.

Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengaku hubungan antara Prabowo dengan Megawati selalu terjaga, meski berseberangan jalan sejak 2014. Meski demikian, lanjutnya, kedua pihak masih menghormati proses hukum yang sedang berjalan di MK.

"Pak Prabowo sangat menghormati Bu Mega, dan saya pikir komunikasi-komunikasi lebih intens mungkin akan ditingkatkan setelah putusan MK," jelas Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, belum lama ini.

Wakil ketua DPR ini berpendapat, jika nanti terwujud maka pertemuan antara Prabowo dengan Megawati bukan untuk rekonsiliasi. Alasannya, tidak ada perselisihan ataupun perpecahan antara kedua elite politik itu.

Lebih lanjut, Dasco menyatakan komunikasi antara Gerindra dengan PDIP terus dilakukan. Gerindra, sambungnya, juga membuka pembicaraan dengan semua partai politik lain.

Pernyataan Dasco diperkuat oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani. Ia mengungkapkan pihaknya masih mencocokan waktu supaya pertemuan antara dua tokoh politik itu dapat segera berlangsung. "Sekarang sedang dicocokkan waktunya ya. Semoga tidak lama lagi," katanya, Senin kemarin.

Dalam catatan Bisnis, dari mayoritas partai politik peserta pemilu, PDIP belum mengucapkan selamat terhadap kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Hal itu berbeda dengan partai-partai lain, Nasdem misalnya, partai yang dipimpin Surya Paloh itu sudah jauh-jauh hari mengucapkan selamat kepada Prabowo-Gibran.

PPP, PKS dan PKB juga telah memberikan selamat kepada Prabowo Gibran. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengakui kekalahannya dan memberi selamat ke bekas kompetitornya tersebut. Hanya saja, Cak Imin belum bicara secara terbuka apakah akan bergabung dengan Prabowo atau berada di luar pemerintahan.

"Soal di dalam dan di luar, diskusi masih berlanjut," ujar Cak Imin.

Peluang Mega-Jokowi 

Berbeda dengan Prabowo, pertemuan antara Megawati dan Jokowi masih panggang jauh dari api. Istana Kepresidenan mengaku masih mencari waktu yang tepat agar Presiden Jokowi dapat bersilaturahmi ke Megawati .

“Terkait silaturahmi dengan Ibu Megawati sedang dicarikan waktu yang tepat. Lagian ini masih bulan Syawal. Bulan Syawal adalah bulan yang paling tepat untuk mempererat silaturahmi,” ujarnya kepada wartawan melalui pesan teks, Jumat (12/4/2024).

Di sisi lain, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan sebenarnya tidak menutup kemungkinan pertemuan antara Mega dengan Jokowi. Hanya saja, Hasto mengungkapkan ada usulan dari anak ranting PDIP supaya sebelum ketemu Megawati, Jokowi terlebih dahulu menemui mereka.

"Anak ranting justru mengatakan: 'sebentar dulu bertemu anak ranting dulu," jelas Hasto.

Pernyataan Hasto itu kemudian memicu komentar pedas dari pendukung Jokowi. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia salah satunya. Bahlil bahkan mengungkapkan bahwa  Pemikiran ibu Megawati dan pikiran bapak presiden tidak bisa disamakan dengan pemikiran Pak Hasto. 

"Ibu Mega itu presiden tokoh besar Pak Jokowi juga presiden masa mau disamain dengan orang yang enggak pernah jadi Presiden,” ucapnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan.

Pertemuan Jokowi-Megawati yang belum terealisasi hingga satu pekan pasca-Lebaran, kata Bahlil, tak dapat langsung diartikan sebagai indikasi adanya keretakan hubungan antara kedua tokoh tersebut.

Bahlil pun menekankan bahwa peluang pertemuan Jokowi dan Megawati masih ada. Dia menegaskan, pada prinsipnya Kepala Negara selalu terbuka dan tidak ada masalah dengan tokoh-tokoh besar.

“Saya belum tahu [kapan akan bertemu?]. Namun, Presiden Jokowi dan bu Mega ini kan tokoh bangsa, kita lihat aja pasti mereka punya hati yang baik untuk berbicara tidak perlu merasa grasa-grusu."

Jokowi Bukan PDIP 

Sementara itu, PDIP menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gibran Rakabuming Raka sudah tidak menjadi bagian dari partai berlambang banteng tersebut.

Penegasan itu diungkapkan oleh Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Komarudin Watubun kepada awak media pada Senin (22/4/2024) malam kemarin.

"Ah orang sudah di sebelah sana, bagaimana mau dibilang masih bagian dari PDI Perjuangan? Yang benar saja," tegas Komarudin.

Politikus PDIP asal Papua itu kemudian bercerita tentang momen ketika memanggil Gibran saat masih berstatus sebagai kader PDIP. Ia mengungkapkan DPP memanggil Gibran karena menemui Prabowo Subianto pada pertengahan tahun lalu.

Menurutnya, dalam pertemuan tersebut, Gibran notabenenya menyatakan tidak akan berkhianat dengan PDIP. "Kebetulan yang pertama saya panggil, saya dengan Pak Sekjen [Hasto Kristiyanto] di lantai 2, ruang Pak Sekjen, dan waktu itu beliau sendiri yang ngomong bahwa dia sadar tahun depan bapaknya [Jokowi] tidak presiden lagi, 'Mau kemana lagi saya pasti bersandar? Di PDI Perjuangan'," ujarnya.

Tak hanya itu, lanjutnya, Gibran juga menyatakan sikap di podium Rakernas PDIP tahun lalu. Komar mengatakan, saat itu Gibran berjanji tidak akan keluar dari PDIP. Meski demikian, akhirnya Gibran malah menjadi calon wakil presiden untuk Prabowo yang merupakan rival dari calon presiden usungan PDIP Ganjar Pranowo.

Oleh sebab, Komar menyebut Gibran merupakan pemimpin yang berbahaya. "Justru yang berbahaya itu Mas Gibran. Sebagai pemimpin, istilah saya, boleh salah tapi tidak boleh berbohong. Apalagi, sebentar lagi dilantik menjadi wakil presiden Indonesia," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper