Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap modus pencucian uang melalui aset digital seperti aset kripto yang berpotensi merugikan negara hingga Rp139 triliun.
Dilansir dari laman DJKN Kemenkeu, kripto adalah mata uang virtual yang keamanannya dijamin dengan kriptografi. Kriptografi membuat uang kripto tidak mungkin dipalsukan atau dibelanjakan secara ganda. Jadi, meskipun digunakan secara virtual, tidak mungkin ada pemalsuan yang merugikan pemiliknya.
Uang kripto menjadi populer belakangan ini karena aset digital ini tidak terikat oleh otoritas pusat, seperti halnya bank. Dengan menggunakan jaringan terdesentralisasi dari teknologi Blockchain, sistem pendistribusiannya bisa melalui berbagai komputer.
Namun, sistem yang terdesentralisasi tersebut berada di luar kendali pemerintah serta otoritas yang terpusat. Artinya, pemerintah dan OJK tidak bisa mengontrol aset virtual tersebut sehingga sangat rentan dijadikan modus tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Terlebih lagi, saat ini berbagai negara sudah mulai mengizinkan penggunaan uang kripto sehingga semua pemiliknya bisa bertransaksi lintas negara.
Baca Juga
Ilustrasi aset kripto
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar yang juga anggota tim Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), memastikan pihaknya akan memantau terkait indikasi TPPU menggunakan uang kripto. Utamanya, mengenai pemakaian rekening ataupun jasa dari lembaga keuangan yang berhubungan dengan aset kripto.
"Pada gilirannya nanti kami sebagai anggota Tim TPPU ini punya kewenangan untuk memantau hal-hal tadi termasuk juga apakah penggunaannya beririsan dengan pemakaian rekening atau jasa dari lembaga jasa keuangan," ujarnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (17/4/2024).
Meskipun begitu, Mahendra mengaku bahwa lembaga pengawas keuangan itu juga masih mendalami lebih lanjut soal tata kelola aset kripto dan aset digital lainnya. Mengingat, sejauh ini aset-aset tersebut masih tergolong sebagai instrumen keuangan dengan gaya baru.
"Sebenarnya esensinya tidak berbeda cuma terkait dengan digital asset dan kripto tentu sebagai produk baru kami perlu pahami lebih baik mengenai faktor risiko yang muncul di situ," ujarnya.
Alarm dari Jokowi
Dugaan TTPU melalui aset kripto sudah sampai di telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kepala Negara pun menekankan agar penanganan TPPU di Indonesia dapat berjalan secara komprehensif hingga ke aset digital.
Hal ini disampaikannya saat membuka peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) di Istana Negara, Rabu (17/4/2024).
“Kita harus dua atau tiga langkah lebih maju dari para pelaku dalam membangun kerja sama internasional, dalam memperkuat regulasi dan transparansi dalam menegakkan hukum yang tanpa pandang bulu serta pemanfaatan teknologi ini yang penting,” ucapnya dalam forum tersebut.
Dia menekankan saat ini ada banyak sekali pola baru yang mengancam kesehatan keuangan negara berbasis teknologi dalam kasus TPPU sehingga setiap pihak perlu untuk terus mewaspadai ancaman digital tersebut.
Ancaman digital yang dimaksud, kata Jokowi seperti mata uang kripto, asset virtual NFT, aktivitas lokapasar elektronik money AI yang digunakan untuk otomasi transaksi dan lain-lain.
Bahkan, dia menyebut bahwa karena teknologoi sekarang kian cepat berubah, data crypto crime report menemukan ada indikasi pencucian uang melalui aset krypto hingga mencapai US$8,6 miliar pada 2022.
“Ini setara dengan Rp139 triliiun secara global. Bukan besar tapi sangat besar sekali. Ini artinya pelaku TPPU terus menerus mencari cara cara baru. Nah, ini kita tidak boleh kalah, tidak boleh kalah canggih, tidak boleh jadul, tidak boleh kalah melangkah, harus begerak cepat, harus didepan mereka, kalau ndak ya kita akan ketinggalan terus,” tuturnya.
Jokowi berharap setiap Kementerian/Lembaga terkait dapat mengupayakan secara maksimal penyelamatan dan pengembalian uang Negara sehingga perampasan aset menjadi penting untuk terus dikawal bersama.
Pemerintah dan OJK Siapkan Solusi
Salah satu upaya menyelamatkan uang Negara, kata orang nomor satu di Indonesia itu adalah dengan mendorong DPR merampungkan pembahasan RUU Perampasan Aset dan juga RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK) yang masih mandek pada saat ini.
“Dan bolanya ada di sana di DPR. Karena kita harus mengembalikan apa yang menjadi milik negara. Kita harus mengembalikan apa yang menjadi hak rakyat. Pihak yang melakukan pelanggaran semuanya harus bertanggung jawab atas kerugian negara yang diakibatkan,” pungkas Jokowi.
Dilansir dari laman DPR RI, RUU Perampasan Aset telah masuk tahap pembahasan yang diampu oleh Komisi III. Setali tiga uang, RUU PTUK juga telah masuk tahap pembahasan tetapi belum ada komisi yang ditugaskan untuk mengampunya.
Adapun, melalui dua UU tersebut, negara mempunyai dasar hukum atau alat untuk melacak hingga mengambil alih aset hasil tindak pidana, salah satunya TPPU.
Sementara itu, Mahendra berharap agar regulasi terbaru yang akan diterbitkan oleh OJK dapat memberikan kewenangan dalam mengawasi manajemen aset digital, termasuk kripto.
Manajemen aset digital yang dimaksud, kata Mahendra, khususnya yang beririsan dengan penggunakan rekening ataupun jasa dari lembaga keuangan tertentu.
Pasalnya, pengelolaan aset digital di Indonesia saat ini masih terkonsentrasi di Kementerian Perdagangan sehingga akan cukup sulit bagi OJK untuk berkontribusi dalam menyelamatkan uang Negara. Dia juga mengungkapkan soal tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang konvensional dan modern.
"Sebenarnya esensinya tidak berbeda dengan TPPU konvensional. Hanya saja terkait dengan digital aset dan kripto sebagai produk baru, kami perlu memahami lebih baik mengenai faktor risiko yang muncul," katanya kepada wartawan di Istana Negara, Rabu (17/4/2024).
Mahendra melanjutkan, OJK sebagai anggota Satgas TPPU punya kewenangan untuk menjalankan praktik pengawasan dan pencegahan tindak pencucian uang. Kendati demikian, otoritas tersebut dianggap belum optimal.
"Kami di TPPU-nya sebagai regulator di sektor jasa keuangan sudah melekat, tapi kewenangan terhadap mengatur dan mengawasi aset digitalnya yang belum," imbuhnya.