Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anomali Hasil Pemilu 2024, Capaian PDIP dan Efek Ekor Jas

Anomali paling terang benderang dari hasil Pemilu 2024 tampak dari pencapaian PDIP, kendati Ganjar-Mahfud menjadi 'juru kunci' Pilpres 2024.
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memperlihatkan surat suara tercoblos saat penghitungan suara Pemilu 2024 di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memperlihatkan surat suara tercoblos saat penghitungan suara Pemilu 2024 di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Hasil pemilihan umum atau Pemilu 2024 telah resmi ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan menghadirkan sejumlah anomali yang tampak dari perolehan suara partai dan pasangan calon presiden-wakil presiden.

Prestasi yang dicapai Partai Golongan Karya (Golkar) dalam Pemilu 2024 memang menghadirkan cerita berbeda. Partai berlogo pohon beringin ini mampu membukukan peningkatan paling signifikan dalam persentase suara nasional sejalan dengan kemenangan paslon yang didukungnya pada pemilihan presiden atau Pilpres 2024, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.

Berdasarkan data yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada saat penetapan hasil Pemilu 2024, Rabu (20/3/2024), partai yang berjaya pada era Orde baru ini mampu mendapatkan dukungan dari 23.208.654 pemilih pada Pileg 2024. Jumlah itu meningkat signifikan dibandingkan realisasi 2019 yaitu 16.745.243 suara.

Dengan jumlah total 151.796.630 suara sah dalam Pileg 2024, Partai Golkar mengantongi 15,29% suara nasional atau berada di urutan ke-2 setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Kendati belum mampu melampaui perolehan suara partai besutan Megawati Soekarnoputri, partai yang dipimpin Airlangga Hartarto ini mampu meningkatkan persentase suara secara signifikan dibandingkan Pileg 2019 yang tercatat hanya 12,15%.

Kejayaan Golkar di Pileg 2024 itu berbanding lurus dengan hasil Pilpres 2024. Paslon yang disokongnya, Prabowo-Gibran ditetapkan KPU sebagai pemenang Pilpres 2024 dengan dukungan dari 96.214.691 pemilih atau mencapai 58,58% dari total suara sah.

Kondisi serupa dialami sederet partai koalisi pendukung Prabowo-Gibran yakni Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Bahkan, PSI mencatatkan kenaikan perolehan suara yang cukup signifikan. Persentase suara 'Partai Anak Muda' itu mencapai 2,81% pada Pileg 2024, naik dari 1,89% pada 2019.

Bila dihitung berdasarkan jumlah suara, data KPU untuk Pileg 2024 yang dibandingkan dengan hasil Pemilu 2019, PSI menjadi partai dengan peningkatan terbesar yakni mencapai  63,95%.

Partai yang kini dipimpin Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, itu tercatat meraih dukungan dari 4.260.169 pemilih pada 2024 atau naik lebih dari separuh dibandingkan raihan lima tahun lalu yakni 2.598.449 suara.

Kendati begitu, perolehan suara PSI itu masih berada di bawah ambang batas parlemen (parliamentary threshold) Pemilu 2024 yang ditetapkan sebesar 4% oleh Undang-Undang No. 7/2014 tentang Pemilihan Umum. Dengan demikian, PSI kembali gagal mengirimkan wakilnya ke DPR RI.

Dengan begitu, Partai Demokrat menjadi satu-satunya partai pendukung Prabowo-Gibran yang mencatatkan penurunan suara bila dibandingkan 2019. Persentase suara partai yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono ini mencapai 7,43% atau turun dibandingkan 7,64% pada Pileg 2029.

Meskipun begitu, berdasarkan jumlah suara, Partai Demokrat masih mencatatkan peningkatan yakni dari 10.531.349 suara pada 2019 menjadi 11.283.160 suara pada 2014.

Partai berdasarkan nomor urut di Pemilu 2024 Persentase Suara 2024
Persentase Suara 2019
1. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 10,62% 9,72%
2. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 13,22% 12,51%
3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 16,72% 19,91%
4. Partai Golkar 15,29% 12,15%
5. Partai Nasdem 9,66% 8,81%
6. Partai Buruh 0,64% -
7. Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) 0,84% -
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 8,42% 8,19%
9. Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) 0,22% -
10. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) 0,72% 1,56%
11. Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) 0,27% 0,52%
12. Partai Amanat Nasional (PAN) 7,24% 6,74%
13. Partai Bulan Bintang (PBB) 0,32% 0,79%
14. Partai Demokrat 7,43% 7,64%
15. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 2,81% 1,89%
16. Partai Perindo (Perindo) 1,29% 2,68%
17. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 3,87% 4,51%
24. Partai Ummat 0,42% -


ANOMALI

Anomali paling terang benderang dari hasil Pemilu 2024 tampak dari pencapaian PDIP. 

Memang, perolehan suara partai 'Marhaen' ini menurun dibandingkan hasil Pemilu 2019. Pada pemilu terakhir, PDIP memimpin perolehan suara Pileg 2024 dengan meraih 16,72% suara atau mendapatkan dukungan dari 25.387.279 pemilih. Raihan itu menurun dari Pileg 2019 yang tercatat sebesar 27.439.893 suara (19,91%).

Namun, ‘Partai Banteng’ mampu menjadi jawara di Pileg 2024 baik dari persentase maupun jumlah suara. Dengan hasil itu, PDIP telah memenangkan Pileg tiga kali berturut-turut (hat-trick) atau sejak Pemilu 2014.

Hasil yang diraih PDIP itu sangat jauh berbeda dari perolehan suara paslon capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Paslon ini diusung PDIP bersama beberapa partai lain yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Perindo.

Berdasarkan data hasil Pilpres 2024 yang ditetapkan KPU, Ganjar-Mahfud meraih dukungan dari 27.040.878 pemilih atau mengantongi 16,47% dari total suara sah. Jumlah itu merupakan yang terkecil di antara tiga kontestan. 

Alih-alih menjadi jawara, perolehan suara Ganjar-Mahfud pun masih kalah dari pencapaian paslon nomor 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang meraih dukungan dari 40.971.906 pemilih (24,94%).

Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dalam sebuag agenda kampanye/Antara
Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dalam sebuag agenda kampanye/Antara

Paslon ini bahkan tidak mampu menang di sejumlah wilayah basis suara PDIP seperti Jawa Tengah dan Bali. Meski mampu mengungguli Anies-Cak Imin dengan mengantongi 1.127.134 suara di Bali dan 7.827.335 suara di Jateng, Ganjar-Mahfud masih kalah dari perolehan Prabowo-Gibran yang masing-masing tercatat sebesar 1.454.640 dan 12.096.454 suara.

Padahal, PDIP sangat dominan Jateng dan Bali atau sering kali disebut wilayah ‘Kandang Banteng’ tersebut. Istilah ‘Kandang Banteng’ ini merujuk pada sejumlah daerah dengan basis kekuatan massa yang loyal mendukung PDIP. 

Mengutip data rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pileg 2024 yang disahkan KPU, PDIP memenangkan 8 dari 10 daerah pemilihan (Dapil) di Jateng.  PDIP unggul dalam rekapitulasi suara di hampir semua Dapil Jateng, di antaranya Dapil Jateng I, III, IV, V, VI, VII, VIII dan IX. Partai Banteng hanya kalah dari Partai Golkar di dua Dapil Jateng, yaitu Dapil Jateng II dan X. 

Partai berdasarkan nomor urut Jumlah Suara 2024 Jumlah Suara 2019
1. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 16.115.655 13.394.460
2. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 20.071.708 17.235.556
3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 25.387.279 27.439.893
4. Partai Golkar 23.208.654 16.745.243
5. Partai Nasdem 14.660.516 12.144.963
6. Partai Buruh 972.910 -
7. Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) 1.281.991 -
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 12.781.353 11.294.388
9. Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) 326.800 -
10. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) 1.094.588 2.156.807
11. Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) 406.883 720.497
12. Partai Amanat Nasional (PAN) 10.984.003 9.285.303
13. Partai Bulan Bintang (PBB) 484.486 1.093.160
14. Partai Demokrat 11.283.160 10.531.349
15. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 4.260.169 2.598.449
16. Partai Perindo (Perindo) 1.955.154 3.689.484
17. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 5.878.777 6.218.188
24. Partai Ummat 642.545 -

Setali tiga uang, PDIP di Bali meraih suara terbanyak dalam Pemilu 2024. Berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 tingkat nasional untuk Provinsi Bali, PDIP mengantongi lebih dari 50% suara dari 2.460.686 suara sah untuk Pileg DPR.

Kendati begitu, hanya PDIP yang tampaknya berjaya di tengah kekalahan Ganjar-Mahfud pada Pemilu 2024. PPP dan Partai Perindo masuk dalam daftar 10 partai yang tak lolos ke Senayan lantaran  tidak mampu melampaui angka ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang ditetapkan sebesar 4% oleh Undang-Undang No. 7/2014 tentang Pemilihan Umum.

Sayangnya, kegagalan memenuhi ambang batas parlemen itu pada akhirnya memutus tren positif PPP yang selalu tembus ke Senayan sejak berdiri pada 5 Januari 1973. Untuk pertama kalinya dalam 51 tahun kehadirannya di kancah politik Indonesia, partai paling tua dalam Pemilu 2024 ini gagal mengirimkan wakilnya ke DPR RI.

Sementara itu, tiga partai pendukung Anies-Cak Imin mampu mencatatkan peningkatan perolehan suara meski paslon yang didukungnya tak mampu mengejar perolehan suara Prabowo-Gibran.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mencatatkan peningkatan paling signifikan di antara tiga partai pendukung paslon nomor 1. Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pun meraih hasil yang cukup memuaskan dalam Pileg 2024.


EFEK EKOR JAS & PEMILU SERENTAK

Pemilu 2024 yang menunjukkan sejumlah anomali dalam hasil dipengaruhi sejumlah faktor. Efek ekor jas atau coattail effect, dampak dari pemilu serentak hingga irisan basis pemilih menjadi sentimen yang dianggap memengaruhi hasil Pemilu 2024.

Bawono Kumoro, peneliti dari Indikator Politik Indonesia, menilai efek ekor jas juga tampak dari kontestasi politik lima tahunan pada 2024. Menurutnya, perolehan suara Golkar yang sejalan dengan kemenangan Prabowo-Gibran dinilai bisa menjadi buktinya.

Secara singkat, coattail effect merupakan efek yang disebabkan kecenderungan pemilih terhadap tokoh atau pemimpin parpol yang populer. Dengan mencalonkan tokoh populer, partai politik berpotensi mendapat banyak limpahan suara dalam suatu Pemilu.

Dia juga mencontohkan, Partai Gerindra yang mampu mengantarkan Prabowo-Gibran meraih kemenangan di Pilpres 2024, juga mampu mencatatkan peningkatan perolehan suara.

Namun, Bawono menegaskan ada faktor dominan lain yang menentukan hasil Pemilu 2024 yakni pelaksanaan serentak Pilpres dan Pileg untuk seluruh tingkatan. Alasannya, pemilu serentak membuat fokus partai atau sumber daya terpecah.

“Pemilihan serentak ini bisa menghadirkan coattail effect, tetapi bisa juga menjadikan mobilisasi politik terbelah, termasuk untuk sumber daya uang,” ungkapnya kepada Bisnis, Rabu (20/3/2024).

Hal itu, jelasnya, tampak sangat jelas dari pencapaian PDIP yang secara nasional meraih hat trick sebagai jawara Pileg kendati perolehan suaranya turun dibandingkan Pileg 2019.

Di sisi lain, Ganjar-Mahfud yang diusungnya justru tidak mampu meraih suara yang signifikan. Padahal, Ganjar merupakan kader PDIP asal Jateng, ‘Kandang Banteng’, dan merupakan Gubernur Jateng dua periode terakhir. 

“Kader mereka tidak bisa mendapatkan suara maksimal. Malah menjadi juru kunci,” kata Bawono.

Warga menggunakan hak suaranya dalam Pemilu 2024 di Tangerang kendati TPS tampak digenangi air/Dok.-Bisnis
Warga menggunakan hak suaranya dalam Pemilu 2024 di Tangerang kendati TPS tampak digenangi air/Dok.-Bisnis

Menurutnya, kinerja mesin politik masing-masing partai patut menjadi perhatian dalam memahami pencapaiannya dalam Pileg 2024. Secara khusus, dia menunjukkan bagaimana kinerja PKB, PKS, dan Nasdem yang mengalami kenaikan perolehan suara.

“Bisa jadi karena pemilu bersamaan, maka terbelah resources baik materi maupun nonmateri, kerja mesin politik terbelah. Mungkin, fokusnya justru ke Pileg,” jelasnya.

Terpisah, Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai korelasi antara kemenangan capres di Pilpres dan pencapaian partai di Pileg 2014 sungguh nyata terjadi. 

“Terlebih lagi mobilisasi kampanye para kader parpol koalisi untuk mengampanyekan capres di samping calegnya sendiri itu bisa terlihat di berbagai macam media pada musim kampanye pemilu lalu,” jelasnya.

Selain itu, Wasisto menilai ada indikator lain yang tampak dari hasil Pemilu 2024 yakni basis pemilih yang sama atau bersisian antara capres dengan masing-masing partai pengusungnya. Menurutnya, hal itu sangat tampak dari paslon nomor 2 dan 3 yang cenderung memiliki basis pemilih yang sama yakni nasionalis.

Dengan begitu, pemilih dinilai memiliki fleksibilitas dalam memilih capres dan Pileg serta tidak bergantung dengan partai pengusung.

“Dalam hal ini memang paslon 02 dan paslon 03 itu punya irisan pilihan basis pemilih sama yakni nasionalis. Artinya bahwa di satu sisi mereka punya fleksibilitas dalam memilih di pilpres maupun pileg sehingga tidak terkonsolidasi seperti dua edisi pemilu sebelumnya,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper