Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Partai Nasdem Surya Paloh menyerahkan bola panas pengajuan hak angket DPR ke PDIP.
Menurutnya, PDIP merupakan partai terbesar di DPR sekaligus yang pertama kali melemparkan wacana hak angket untuk mengungkap kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Bagaimana sikap Nasdem? Kami akan melakukan evaluasi, kita lihat satu persatu. Partai paling besar bukan Nasdem. Bahkan rekan-rekan PDIP yang pertama kali berinisiatif menggulirkan hak angket. Nanti kita lihat, gimana progres berjalan," ujarnya di Jakarta, Rabu (20/3/2024) malam.
Dalam catatan Bisnis, PDI Perjuangan atau PDIP digadang-gadang sebagai partai yang bakal mempelopori wacana pengguliran hak angket di DPR. PDIP mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md yang bertengger di urutan ketiga hasil Pilpres 2024 dengan perolehan 27.040.878 suara.
Kemudian, tiga partai Koalisi Perubahan yakni Nasdem, PKS dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sudah menyatakan siap untuk mendukung PDIP guna menggulirkan wacana itu. Mereka mengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang menduduki urutan kedua hasil Pilpres 2024 dengan 40.971.906 suara.
Saat ditemui usai rapat pleno penetapan hasil Pemilu secara nasional di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (20/3/2024), Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS Habib Aboe Bakar Al-Habsyi mengatakan pihaknya bakal melihat perkembangan ke depannya mengenai hak angket. Dia menyebut pihaknya akan maju terus apabila jumlah suara pendukung hak angket terkumpul cukup.
Baca Juga
"Ya kita lihat saja perkembangan. Kalau [dukungan] layak terkumpul jumlahnya kita lihat maju terus. Kalau enggak ya sudah, enggak usah," tuturnya, dikutip Kamis (21/3/2024).
Saat ditanya mengenai jumlah anggota fraksi yang sudah menandatangani persetujuan soal hak angket, Aboe hanya menjawab pihaknya akan mengikuti perkembangan ke depannya yang dinilai masih panjang.
Pada kesempatan yang sama, Aboe menyatakan pihaknya menerima hasil Pemilu 2024. Dia mencatat bahwa suara PKS di DPR meningkat dari sebelumnya sekitar 8 juta di Pemilu 2019, menjadi sekitar 12 juta di Pemilu 2024.
Kendati bersyukur, dia tetap menggarisbawahi berbagai keanehan dalam pelaksanaan Pemilu 2024 seperti penggunaan Sirekap maupun sejumlah isu penggelembungan suara.
"Kalau untuk menerima [hasil Pemilu], menerima. Adapun masalah hukum itu lain ceritanya," tuturnya.