Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi Pimpin Mega-Koalisi, Aspirasi Terlalu Dini atau Strategi Konsolidasi?

Usulan agar Presiden Joko Widodo memimpin koalisi besar partai demi mengawal pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka direspons sejumlah pihak.
Akbar Evandio, Oktaviano DB Hana
Kamis, 14 Maret 2024 | 12:00
Para ketua umum (ketum) parpol yang tergabung di Koalisi Indonesia Maju (KIM) bertemu pada Jumat (13/10/2023). JIBI/Bisnis-Akbar Evandio
Para ketua umum (ketum) parpol yang tergabung di Koalisi Indonesia Maju (KIM) bertemu pada Jumat (13/10/2023). JIBI/Bisnis-Akbar Evandio

Bisnis.com, JAKARTA — Usulan agar Presiden Joko Widodo memimpin koalisi besar partai demi mengawal pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memicu keriuhan di ruang publik.

Usulan itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie. Dalam sebuah siniar di Youtube, dia mengungkapkan aspirasi bahwa Jokowi dapat menjadi Ketua ‘Barisan Nasional’ koalisi partai pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Sejumlah pihak pun merespons usulan tersebut. Di satu sisi, usulan tersebut dinilai terlalu dini lantaran Presiden Jokowi bersama kabinetnya masih memiliki segudang pekerjaan rumah untuk dituntaskan hingga lengser pada Oktober 2024.

Namun di sisi lain, usulan ini mungkin bisa menjadi opsi bagi koalisi demi memperkuat posisi di tataran eksekutif maupun legislatif dalam mengawal pemerintahan Prabowo-Gibran.

Organisasi kemasyarakatan pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Projo, misalnya memberikan pandangannya terkait usulan itu. Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, mengatakan bahwa usulan itu masih terlalu dini.

Musababnya, jelas dia, masa pemerintahan Presiden Jokowi masih berlangsung sampai Oktober 2024 dan masih banyak yang harus dikerjakan dalam kurun waktu tujuh bulan tersebut.

Oleh karena itu, Budi, yang kini juga menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), menilai usulan salah satu partai agar Presiden Jokowi memimpin koalisi besar partai hanya pertimbangan politik yang masih jauh.

"Itu kan pertimbangan-pertimbangan politik tujuh bulan ke depan. Ini masih lama loh. Masih tujuh bulan ke depan, masih banyak yang kita kerjakan," kata Budi Arie saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Menurut Budi, usul dari salah satu partai agar Presiden Jokowi menjadi pemimpin besar koalisi partai adalah sebuah aspirasi.

"Yang namanya aspirasi, yang namanya pendapat, untuk hal-hal tertentu seperti tadi Presiden...ya enggak apa-apa, dinamika saja," ucap Budi seperti dilansir Antara.


MENANTI HASIL RESMI

Budi pun meminta agar semua pihak menunggu pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait hasil penghitungan pemilihan presiden dan wakil presiden pada 20 Maret mendatang.

Dia meyakini pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo-Gibran akan menang. Pasalnya, berdasarkan hasil hitung cepat (quick count), paslon yang disokong Partai Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat serta PSI itu hanya kalah di dua provinsi, yakni Aceh dan Sumatera Barat.

"Ya pasti menang dong. Kan 'quick count' enggak pernah salah. Lebih, cuma dua provinsi yang kalah. Aceh sama Sumbar ya. Sisanya menang semua," kata dia.

Adapun berdasarkan hasil penghitungan suara Pemilu Presiden 2024 di KPU per kemarin, Rabu (13/4/2024) pukul 18.30 WIB, pasangan Prabowo-Gibran meraih 58,82% suara. Paslon itu mengungguli perolehan suara Anies Baswedan-Muhaimin 24,50% dan Ganjar-Mahfud 16,68% dari total 78,18% suara yang masuk di KPU.

KPU pun menargetkan penetapan rekapitulasi untuk hasil suara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Legislatif (Pileg) diumumkan paling lambat 20 Maret 2024.

Segendang sepenarian, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai pembahasan terkait koalisi baru akan dibahas lebih lanjut kala Prabowo-Gibran dinyatakan secara resmi sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

Saat itu diumumkan, jelasnya, Demokrat akan membahas posisi partai 'Bintang Mercy' itu dalam susunan Kabinet Indonesia Maju (KIM) 2024–2029.

"Kami ingin pertama menunggu dulu. Kita juga tahu bahwa 20 Maret menjadi momen yang penting, pengumuman secara resmi dan final dari KPU terkait dengan hasil Pemilu. Barulah secara moral dan etis, kita bisa bicara lebih jauh," kata AHY usai menghadiri rapat di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Bahkan, AHY memerinci, partai KIM diagendakan kembali berkumpul usai proses pengumuman resmi pemenang Pilpres untuk membahas langkah-langkah menuju proses pelantikan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2024–2029.

"Maka tentu langkah pertama Koalisi Indonesia Maju akan segera bertemu dan kita akan membahas langkah-langkah menuju ke 20 Oktober 2024," ucapnya.

Dalam pertemuan itu, kata AHY, juga akan dibahas strategi transisi Kepala Negara yang baik, serta menyiapkan pemerintahan yang berkualitas dan kapabel sesuai visi dan misi pasangan calon 2 selama berkampanye.

"Sehingga program-program, kebijakan-kebijakan Presiden Joko Widodo hari ini, segala yang sudah baik, bisa kita kawal dan lanjutkan ke depan," tuturnya.

AHY mengatakan Demokrat tidak ingin terburu-buru membahas posisi partai dalam koalisi mendatang, sebab segala sesuatunya perlu penilaian secara terukur dari presiden terpilih.

"Kita tahu Presiden memiliki hak prerogatif, kami hanya ingin menyampaikan apa yang diperjuangkan bersama. Tentu pada akhirnya tidak hanya peran, memang pada akhirnya akan berbicara portofolio semacam apa, tapi biarkan itu menjadi milik Presiden mendatang karena kami menghormati prosesnya," imbuhnya.


PENGUATAN KOALISI

Sosok yang kini menjabat sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu pun menilai KIM harus memperkuat posisi di tataran eksekutif maupun legislatif untuk mengawal pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Saya menyampaikan kepada Pak Prabowo dan tentu akan saya sampaikan kembali, Pak Prabowo adalah pemimpin koalisi, jadi beliau tentunya memiliki hak dan kewajiban secara moral untuk memikirkan koalisi kita hari ini dan ke depan," kata AHY usai menghadiri rapat di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu.

AHY mengatakan Demokrat memahami dan menghormati keputusan Prabowo dalam menilai peta kekuatan koalisi di tataran pemerintahan maupun di parlemen berdasarkan indikator tertentu.

"Atau beliau memiliki pandangan yang lain. Tetapi beliau selalu mengajak kita berbicara bersama, saya tidak ingin menyampaikannya di sini, ada berbagai faktor tentunya," ujarnya saat ditanya seputar harapan Demokrat di posisi kabinet 2024-2029.

Menurut AHY Demokrat menginginkan pemerintahan yang selanjutnya dapat berjalan sukses mengawal aspirasi masyarakat Indonesia, baik oleh partai koalisi maupun partai pengusung.

Selain memastikan kekuatan di eksekutif, kata AHY, Demokrat juga berpandangan agar seluruh kebijakan KIM berjalan stabil agar seluruh program kerja yang pro terhadap rakyat memperoleh dukungan parlemen.

"Kita ingin stabilitas di parlemen ini juga bisa dijaga. Karena apapun ketika kita bicara mewujudkan program-program kebijakan pro rakyat harus juga bisa dikawal di parlemen," katanya.

Bisa jadi, usulan agar Presiden Jokowi memimpin mega-koalisi partai yang mengawal pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka merupakan opsinya.

Apalagi, Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan bahwa Presiden Jokowi akan tetap memiliki peran yang signifikan dalam pemerintahan selanjutnya. Menurutnya, selepas menanggalkan jabatan sebagai orang nomor satu di Indonesia itu pada 20 Oktober 2024 mendatang, Jokowi akan tetap berperan di pemerintahan berikutnya apabila capres-cawapres Prabowo-Gibran secara resmi menang di Pilpres 2024.

“Tentu [Jokowi] akan ada perannya tapi kita tunggu saja,” katanya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (27/2/2024).

Meski begitu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian itu menekankan bahwa partai berlogo pohon beringin yang turut menjadi salah satu partai pengusung Prabowo-Gibran mengajak semua pihak menunggu keputusan KPU RI atas hasil resmi penghitungan suara Pilpres 2024.

"Kita tunggu keputusan KPU," kata Airlangga.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper