Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jusuf Kalla Tantang TKN Buka Bagian Fitnah Soal Film Dirty Vote

Film Dirty Vote dibuat berdasarkan data yang lengkap dengan periode waktunya.
Wapres Ke-10 dan Ke-12 RI Jusuf Kalla di acara Halal bi Halal 1444 H Alumni Mersela di Gedung Krifa Bhakti Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg), Selasa (30/5/2023). JIBI/Bisnis-Akbar Evandio
Wapres Ke-10 dan Ke-12 RI Jusuf Kalla di acara Halal bi Halal 1444 H Alumni Mersela di Gedung Krifa Bhakti Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg), Selasa (30/5/2023). JIBI/Bisnis-Akbar Evandio

Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla menantang Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran soal tudingan fitnah terkait film Dirty Vote.

Dia mengatakan seharusnya TKN bisa menunjukan bagian fitnah atau informasi yang tidak benar dalam film tersebut, dan tidak hanya menuding saja.

"Semua orang bisa mengatakan fitnah tunjukan dimana fitnahnya, semuanya data dulu, baru komentarkan," ujar Jusuf Kalla di kediamannya, Senin (12/2/2024).

Terlebih, menurut mantan Ketua Umum Partai Golkar itu menegaskan bahwa film Dirty Vote dibuat berdasarkan data yang lengkap dengan periode waktunya.

"Semua ada datanya angka-angka, tanggal tanggal nya. Semua lengkap jadi ini memberikan, boleh saja mengatakan fitnah tapi yang mana? Karena semua data," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua TKN Habiburokhman mengatakan film dokumenter Dirty Vote hanya berisi fitnah yang sengaja dibuat untuk mendegradasi penyelenggaraan Pemilu 2024. 

"Sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif, dan sangat tidak ilmiah," kata Habib.

Sebagai informasi, film Dirty Vote adalah film dokumenter yang digarap oleh Dandhy Dwi Laksono yang sebelumnya juga sudah menggarap sejumlah film dokumenter seperti Sexy Killers, Pulau Plastik, dan Barang Panas. 

Ulasan tentang kecurangan-kecurangan yang dilakukan selama masa kampanye disampaikan oleh tiga Ahli Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. 

Ketiganya mengungkap berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu dan merusak tatanan demokrasi dengan nada netral. 

Adapun, film ini tidak dikemas seperti film dengan skenario atau film dokumenter, lebih seperti acara jurnalistik yang statis, dan merangkum berita dan data-data statistik, serta hasil riset.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper