Bisnis.com, JAKARTA - Sebentar lagi, masyarakat Indonesia akan melaksanakan pemungutan suara untuk memilih presiden dan wakil presiden sekaligus anggota legislatif pada 14 Februari 2024. Mari berkenalan dengan metode penghitungan suara Pemilu 2024 untuk presiden dan juga anggota legislatif.
Saat pemilu nanti, masyarakat akan mendapatkan 5 surat suara yang terdiri dari:
- Abu-abu: Surat suara presiden dan wakil presiden.
- Merah: Surat suara anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
- Kuning: Surat suara anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
- Hijau: Surat suara anggota DPRD Kabupaten/Kota.
- Biru: Surat suara anggota DPRD provinsi.
Dilansir dari Antara, setiap negara mengadopsi metode baku penghitungan suara dalam menentukan pemenang pemilu sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Ternyata, metode penghitungan suara untuk menentukan pemenang antara presiden-wakil presiden dan anggota legislatif berbeda. Berikut ulasannya:
Metode Penghitungan Suara Presiden-Wakil Presiden
Di Indonesia, untuk pemilihan presiden digunakan metode penghitungan suara bernama metode Majolitarian.
Dalam metode ini, pemenang ditentukan oleh pasangan yang mendapatkan suara mayoritas dan tetap dipakai hingga Pilpres 2019.
Baca Juga
Sistem penghitungan Majolitarian ini mulai digunakan sejak pemilu pertama era reformasi 1999 setelah Indonesia mengubah model pemilu melalui sistem pemilihan langsung untuk presiden.
Hanya saja, terdapat sedikit perbedaan dibandingkan dengan metode Majolitarian yang ada di negara lain, yaitu ada modifikasi dengan menentukan penyebaran suara yang didapat, tidak hanya pada total suara terbanyak.
Calon presiden dan wakil presiden dinyatakan menang jika mendapatkan suara terbanyak dan menang di atas 20% di separuh wilayah Indonesia.
Metode Perhitungan Suara Anggota Legislatif
Di Indonesia, terdapat dua metode yang pernah digunakan untuk menghitung suara anggota legislatif, yaitu Kuota Hare dan Sainte Lague.
Metode Sainte Lague digunakan mulai pemilu 2019. Dilansir dari Bawaslu, Sainte Lague adalah metode konversi perolehan suara partai politik ke kursi parlemen atau metode untuk menentukan perolehan kursi partai politik di DPR atau DPRD.
Metode ini berdasarkan perolehan suara terbanyak dari partai politik dari hasil pembagian diurutkan sesuai dengan jumlah ketersediakan kursi di setiap dapil
Sainte Lague menerapkan bilangan pembagi suara untuk mendapatkan kursi berangka ganjil mulai 1,3,5,7, 9, dan seterusnya. Metode ini diperkenalkan oleh ahli matematika asal Prancis Andre Sainte Lague pada 1910.
Hasil dari pembagian bilangan ganjil ini akan diperingkatkan dari nilai terbesar hingga terkecil. Setelah itu baru ditentukan peraih kursi sesuai dengan jumlah alokasi kursi di daerah pemilihan tersebut.
Sebagai contohnya partai A mendapatkan 800.000 suara, partai B dapat 300.000 suara, dan partai C dapat 100.000 suara. Masing-masing perolehan suara tersebut akan dibagi dengan bilangan ganjil.
Jika di daerah pemilihan tersebut hanya tersedia lima kursi saja, maka lima hasil bagi tertinggilah yang akan mendapatkannya.
Hal ini berbeda dengan Kuota Hare, parpol dinyatakan mendapat satu kursi kalau memenuhi atau melebihi jumlah ambang batas suara atau nilai bilangan pembagi pemilih.